Sabtu, 03 Desember 2011

Menjaharkan Dzikir Sesudah Shalat Fardhu


Menjaharkan dzikir setelah shalat dapat dijadikan contoh dalam menyikapi secara dewasa perbedaan pendapat. Kita akan sadar bahwa khilafiyah adalah pilihan-pilihan, keluasan, keleluasaan dan kemudahan. Sehingga kita dapat menghindari sikap saling menyalahkan atau saling membid’ahkan. Berikut ini diuraikan masing-masing pendapat :

A.   Menjaharkan dzikir setelah shalat adalah bertentangan dengan Sunnah

Imam Alaa-uddin al-Kaasaani al-Hanafi dalam bukunya “Bada I’ush Shanaa-ie fii Tartiebsy Syaraa, dari Abu Hanifah berkata: “Mengeraskan suara takbir pada asalnya adalah bid’ah, karena takbir adalah dzikir. Sunnahnya dzikir diucapkan dengan suara lembut. Allah berfirman:  Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Nabi bersabda:  Do’a yang terbaik adalah yang diucapkan dengan suara lembut”

Dalam kitab “Ad Durrats Tsamin” karya asy-Syaikh Muhammad bin Ahmad Miyarah disebutkan bahwa Imam Malik beserta ulama membenci kebiasaan para imam yang memimpin para jamaah masjid untuk berdo’a bersama dengan suara keras di setiap selesai shalat wajib.   Al-Imam asy-Sathiby telah menukil dalam kitabnya “Al I’tishaam” tentang kisah seorang laki-laki dari kalangan pembesar kerajaan yang terhormat, terkenal dengan sifat keras dan kasar. Laki-laki itu singgah di sebuah rumah tetangga Ibnu Mujahid. Sementara Ibnu Mujahid tidak pernah berdo’a setiap selesai melakukan shalat wajib lantaran ia berpegang pada madzhab Imam Malik yang mengatakan makruh.  Al-Imam an-Nawawi dalam “Al-Majmuu’” berkata: “Imam Syafi’i beserta para pengikutnya sepakat atas disunnahkannya berdzikir setiap selesai shalat. Hal ini disunnahkan bagi seorang imam, makmum, sendirian, laki-laki, perempuan, orang musafir dan lainnya. Adapun kebiasaan orang-orang atau kebanyakan mereka yang mengkhususkan do’a seorang imam dalam dua waktu shalat, yakni shubuh dan ashar tidak ada dalilnya.

Saikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Tak seorang pun ulama hadits yang telah meriwayatkan hadits Nabi tentang imam dan makmum berdo’a bersama selesai shalat. Allah ta’ala telah berfirman: “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.”  Telah diriwayatkan beberapa pendapat mengenai dua ayat tersebut. Dalam satu riwayat: “Maka apabila kamu selesai shalat, berdo’alah kepada Raabmu dan mohonlah kepada-Nya segala keperluanmu. Pendapat ini dinukil dari Ibnu Jarir ath-Thabary dalam tafsirnya, Ibnu Abi Hatim, asy-Syam’any, al-Qurthuby, Ibnul Jauzi, Ibnu Katsir, asy-Syaukany, as-Sya’di, dan Ahli tafsir yang lainnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Berkumpul untuk membaca al-Qur’an, berdzikir dan berdo’a adalah perbuatan baik dan disunnahkan, selama hal itu tidak dijadikan sebagai kebiasaan,  dzikir secara bersama-sama setelah melaksanakan sholat adalah perkara yang bid’ah, tetapi bila tujuannya untuk mengajari orang lain sesekali saja maka hal itu diperbolehkan, tetapi tidak dilakukan setiap hari.

B.   Menjaharkan Dzikir setelah shalat adalah sunnah

Dzikir setelah shalat merupakan ibadah yang sangat disunnahkan dan salah satu kebiasaan Rasulullah SAW Dalam sahih Bukhari dan Muslim disebutkan pada Bab Dzikir setelah shalat, dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, beliau berkata :

أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنْ الْمَكْتُوبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوا بِذَلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ

Sesungguhnya mengeraskan suara dzikir ketika orang-orang usai melaksanakan shalat wajib merupakan kebiasaan yang berlaku pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.” Ibnu Abbas menambahkan, ‘Aku mengetahui mereka selesai shalat dengan itu, apabila aku mendengarnya.      Masih dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:

 كُنْتُ أَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلَاةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالتَّكْبِير

“Aku megetahui selesainya shalat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan takbir.” (HR. al-Bukhari)  

Hadits-hadits di atas merupakan dalil tentang sunnahnya menjaharkan (mengeraskan) suara dzikir sesudah shalat

Ibnu Huzaiman memasukkan hadits di atas daam kitab Shahih-nya, dan memberinya judul, Bab: Raf’u al-Shaut bi al-Takbiir wa al-Dzikr ‘inda Inqidha’ al-Shalah..( hal ini menunjukkan bahwa beliau memahami bolehnya mengeraskan takbir dan dzikir sesudah shalat).   Ibnu Daqiq al-‘Id, juga menyatakan hal yang sama, (Ihkamul Ahkam Syarah Umdatul Ahkam). 

Imam al-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim mengatakan, bahwa hadits ini adalah dalil bagi pendapat sebagian ulama salaf bahwa disunnahkan mengeraskan suara takbir dan dzikir sesudah shalat wajib. Dan di antara ulama muta’akhirin yang menyunahkannya adalah Ibnu Hazm al-Zahiri. Imam al-Syafi’i, memaknai hadits di atas dengan mengatakan, bahwa beliau SAW mengeraskan (dzikir sesudah shalat) hanya dalam waktu sementara saja untuk mengajari mereka tentang sifat dzikir, (Lihat Syarah Shahih Muslim lin Nawawi).

 Fatwa-fatwa para ulama tentang dzikir sesudah shalat:

Fatwa Syaikh Utsaimin rahimahullaah, beliau  pernah ditanya tentang hukum menjaharkan dzikir sesudah shalat lima waktu dan bagaimana cara pelaksanaannya? Beliau menjawab: Bahwa sesungguhnya menjaharkan dzikir sesudah shalat fardhu adalah sunnah. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari hadits Abdullah bin Abbas  (Fatawa wa Rasail Ibni Utaimin, jilid 13),  Fatwa Syaikh Ibnu Bazz , Beliau menjelaskan: Yang sunnah adalah menjaharkan dzikir sesudah shalat lima waktu dan sesudah shalat Jum’at ba’da salam… (Kumpulan pertanyaan yang ditujukan kepada Syaikh Ibnu Bazz oleh Muhammad al-Syayi’)

Syaikh Shalih al-Fauzan :  “Doa yang dicontohkan dari Nabi SAW dan yang disyari’atkan, seseorang diberi pilihan antara menjaharkannya atau melirihkannya.  Adapun berdoa dengan berjama’ah (bersama-sama), maka termasuk bid’ah.  Sedangkan dzikir sesudah shalat, maka yang sunnah adalah menjaharkannya sesuai dengan hadits-hadits shahih yang menyebutkan bahwa para sahabat menjaharkannya sesudah shalat  (al-Muntaqa’ min Fatawa al-Fauzan: Juz 3). Fatwa Lajnah Daimah : Disyariatkan untuk mengeraskan dzikir setelah shalat wajib, karena adanya keterangan yang shahih dari hadits Ibnu Abbas RA, Imam an-Nawawi sendiri dalamm kitab “Tahqiq” dimana beliau berkata: “Disunnahkan berdzikir dan berdo’a dengan suara rendah setiap selesai shalat. Dan jika seorang imam ingin mengajari para makmum, boleh baginya mengeraskan dzikirnya, dan apabila mereka sudah mengerti, imam itu kembali merendahkan suara dzikirnya.

Dalam potongan hadits qudsi Allah berfirman, “Jika mereka menyebut-Ku dalam suatu kumpulan, maka Aku menyebut mereka dalam kumpulan yang lebih baik.” Kumpulan yang lebih baik di sisi Allah biasa ditafsirkan sebagai Malaikat. Sabda Rasulullah SAW lainnya: “Apabila kamu melintasi taman-taman surga, maka hendaklah engkau singgah.” Para shahabat bertanya, “Apakah taman-taman surga itu?” Beliau menjawab, “Kumpulan-kumpulan orang yang berdzikir.” Pada riwayat lain dikatakan “Majelis-majelis dzikir.”

Dari Abu Hurairah RA: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah Yang Maha Memberkati lagi Maha Tinggi, memiliki para Malaikat yang mempunyai kelebihan yang diberikan oleh Allah. Para Malaikat selalu mengelilingi bumi. Para Malaikat senantiasa memerhatikan majlis-majlis zikir. Apabila mereka dapati ada satu majlis yang dipenuhi dengan zikir, mereka turut mengikuti majlis tersebut di mana mereka akan melingkunginya dengan sayap-sayap mereka sehinggalah memenuhi ruangan antara orang yang menghadiri majlis zikir tersebut dan langit…” dan diakhiri dengan, “Allah berfirman: Aku sudah mengampuni mereka. Aku telah kurniakan kepada mereka apa yang mereka mohon dan Aku telah berikan ganjaran pahala kepada mereka sebagaimana yang mereka mohonkan.” Para Malaikat berkata: “Wahai tuhan kami, di antara mereka terdapat seorang hambaMu. Dia penuh dengan dosa, sebenarnya dia tidak berniat untuk menghadiri majlis tersebut, tetapi setelah dia melaluinya dia terasa ingin menyertainya lalu duduk bersama-sama orang ramai yang berada di majlis itu.” Lalu Allah berfirman: “Aku juga telah mengampuninya. Mereka adalah kaum yang tidak dicelakakan dengan majlis yang mereka adakan.” (HR. Bukhori dan Muslim)

_______________

Disampaikan Oleh :  Ust. Azkan Ihsan, S.Sos.I / 081379997779  Pada  Pengajian  Rutin  Mingguan Masjid Baitul Hidayah

Tidak ada komentar: