Jumat, 24 Februari 2012

Sakit dan Keajaibannya


Ada tiga keadaan yang pasti dilalui oleh manusia selama hidupnya di dunia. Yaitu, sehat, sakit dan mati. Baik nabi, sebagai utusan tuhan di bumi, maupun manusia biasa, akan mengalami ketiga hal tersebut. 
 Begitupun dokter, walaupun tugasnya mengobati orang sakit, namun tetap ia akan terkena sakit. Namun, ada perbedaan sikap yang ditunjukan oleh manusia ketika menyikapi sehat dan sakit.

Ada yang menganggap sehat sebagai suatu anugrah yang sarat makna. Sedangkan sakit, dianggap musibah yang jauh dari makna. Sehingga tak mengherankan, apabila kemudian mereka hanya bersyukur ketika diberi sehat saja. Sedangkan saat sakit, mereka malah berburuk sangka kepada Allah. Menganggap sakit sebagai kutukan dari-Nya yang tak ada hikmahnya sama sekali. Orang yang beranggapan demikian jelas telah melakukan kekeliruan. “Sebab, tidak semata-mata Allah menciptakan sesuatu, kecuali disertai dengan hikmahnya” (Q.S. Shaad [38]:27).

Episode sakit adalah episode yang tidak mengenakkan. Meski hanya kaki yang bengkak, seluruh badan ikut merasakannya. Meski hanya satu jari yang luka, seluruh perasaan menjadi labil, akibatnya pekerjaan pun tidak lagi produktif. Namun, di sisi lain, sakit bisa menjadi kesempatan berharga bagai seseorang yang pandai memetik hikmah. kita petik hikmahnya yang seluas samudera itu. Sungguh rugilah kita, jika sudah sakit, lalu tidak mendapatkan hikmah apapun.

Pertama, SAKIT adalah UJIAN buat kita, apakah kita layak disemati gelar “ahli syukur”. Ketika kita mendapatkan tambahan harta, lalu kita bersyukur, itu biasa. Tetapi ketika kita sakit, tetapi kita tetap bersyukur, itu baru luar biasa.

Allah Yang Maha Baik ingin menaikkan derajat kita menjadi ahli syukur. Kita mau naik kelas, maka kita harus ujian dulu. Maka, Dia memberikan tangganya berupa ujian sakit. Memang tidak enak naik tangga, capek, lelah, namun setelah berhasil melewatinya, InsyaAllah kemuliaan dari Allah sudah menanti.

Mengapa sakit menjadi ujian untuk membuktikan kualitas syukur? Karena sebenarnya sakit yang kita rasakan itu tidak ada apa2nya dibandingkan dengan luasnya karunia dan kenikmatan yang diberikan olehNya. Seringkali, kita hanya berfokus pada bagian tubuh yang sakit saja, seharian mengeluh di bagian itu-itu saja, padahal pada saat yang bersamaan bagian tubuh lain masih berfungsi sempurna, maha karya Dia yang Luar Biasa.

" إِنَّ الرَّجُلَ لَيَكُوْنَ لَهُ عِنْدَ اللهِ اْلمَنْزِلَةَ فَمَا يَبْلُغُهَا بِعَمَلِهِ فَمَا يَزَالُ اللهٌُ يَبْتَلِيْهِ بَمَا يَكْرَهُ حَتَّى يَبْلُغَهَا "Sesungguhnya seseorang akan memperoleh kedudukan di sisi Allah I, ia tidaklah memperolehnya dengan amalan, Allah senantiasa terus mengujinya dengan sesuatu yang tidak disukainya, hingga ia memperolehnya" HR. al-Hakim dan ia menshahihkannya 1/495.

Kedua, SAKIT adalah PRASYARAT terkabulnya DOA. Seringkali terkabulnya sebuah doa tertunda karena dosa-dosa yang kita lakukan.

Dosa mata, dosa telinga, dosa mulut, prasangka, sedikit demi sedikit menumpuk tanpa kita sadari. Karena tidak sadar, kita tidak pernah menyesalinya, akhirnya dosa-dosa tersebut tidak pernah kita tobati. Lalu Allah Yang Maha Baik mengkaruniakan sakit untuk menghapus dosa-dosa tersebut, sehingga apa yang kita munajatkan dalam doa tidak terhalang lagi.  

Rasulullah SAW bersabda :

 مَا يَمْرَضُ مُؤْمِنٌ وَلاَ مُؤْمِنَةٌ وَلاَ مُسْلِمٌ وَلاَمُسْلِمَةٌ إِلاَّ حَطَّ اللهُ بِذلِكَ خَطَايَاهُ كَمَا تَنْحَطُّ الْوَرَقَةُ مِنَ الشَّجَرِ"
"Tidaklah sakit seorang mukmin, laki-laki dan perempuan, dan tidaklah pula dengan seorang muslim, laki-laki dan perempuan, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya dengan hal itu, sebagaimana bergugurannya dedaunan dari pohon." HR. Ahmad 3/346.

Ketiga, SAKIT adalah PERINGATAN atas kualitas kita dalam manajemen diri. Sakit menjadi tempat kita berkaca betapa sering kita abai atas kualitas makanan. Kita sering tidak adil kepada tubuh atau tidak memberikan hak yang memadai untuk istirahat, padahal Allah Sang Khalik telah mengamanahkan tubuh ini dengan segala kehebatan dan kecanggihan mekanismenya. Maka, yuk kita manfaatkan episode sakit sebagai momentum introspeksi diri kita.

" إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ  فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا َومَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ "
"Sesungguhnya besarnya balasan disertai besarnya cobaan, dan sesungguhnya apabila Allah  mencintai suatu kaum, Dia I mencoba mereka, barangsiapa yang ridha maka untuknya keridhaan dan barangsiapa yang murka maka baginya kemurkaan" HR. at-Tirmidzi no. 5645.

Keempat, SAKIT  adalah PENGHAPUSAN dosa-dosa manusia. Sakit memperingatkan manusia atas segala dosa dan perbuatan jahatnya. Kalau awalnya seseorang yang banyak berbuat kesalahan tidak pernah berfikir tentang dosa dan pahala, maka disaat sakit, biasanya ia akan teringat akan dosa-dosanya sehingga berusaha untuk bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah SWT.

Oleh karena itu, tak seharusnya disaat sakit kita mengeluh apalagi menyalahkan Allah. Sebab, dengan sakit, Allah memperlihatkan kasih sayangnya kepada kita. Setelah sembuh dari sakit, bukan hanya akan timbul kesadaran akan besarnya nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita. Namun lebih dari itu, dosa-dosa kita pun akan diampuni oleh-Nya

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Setiap getaran pembuluh darah dan mata adalah karena dosa. Sedangkan yang dihilangkan Allah dari perbuatan itu lebih banyak lagi.” (HR. Tabrani). 
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

" مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُشَاكُ شَوْكَةٌ فَما فَوْقَهَا إِلاَّ كُتِبَ لَهُ بِهَا دَرَجَةٌُ وَمُحِيَتْ عَنْهُ بهَا خَطِيْئَةٌ "
"Tiadalah tertusuk duri atau benda yang lebih kecil dari itu pada seorang muslim, kecuali akan ditetapkan untuknya satu derajat dan dihapuskan untuknya satu kesalahan." (HR. Muslim )
Rasulullah SAW bersabda : 

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا ، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

“Tidaklah seorang muslim ditimpa musibah berupa rasa lelahnya badan, rasa lapar yang terus menerus atau sakit, rasa sedih/benci yang berkaitan dengan masa sekarang, rasa sedih/benci yang berkaitan dengan masa lalu, gangguan orang lain pada dirinya, sesuatu yang membuat hati menjadi sesak sampai-sampai duri yang menusuknya melainkan akan Allah hapuskan dengan sebab hal tersebut keslahan-kesalahannya (H.R. Bukhari dan Muslim).
 
Semoga dengan beberapa hikmah sakit di atas akan lebih mendekat kan diri kita kepada Allah Ta'ala bahwasannya

Minggu, 19 Februari 2012

Cara Mudah Menghafal Al-Qur`an


Segala pujian hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad,kepada keluarganya dan para sahabat seluruhnya.
 
Keistimewaan metode ini adalah seseorang akan memperoleh kekuatan dan kemapanan hafalan serta dia akan cepat dalam menghafal sehingga dalam waktu yang singkat dia akan segera mengkhatamkanAl-Quran. 

Berikut kami akan paparkan metodenya beserta pencontohan dalam menghafal surah Al-Jumuah:
1. Bacalah ayat pertama sebanyak 20 kali.
2. Bacalah ayat kedua sebanyak 20 kali.
3. Bacalah ayat ketiga sebanyak 20 kali.
4. Bacalah ayat keempat sebanyak 20 kali
5. Keempat ayat di atas dari awal hingga akhir digabungkan dan dibaca ulang sebanyak 20 kali.
6. Bacalah ayat kelima sebanyak 20 kali.
7. Bacalah ayat keenam sebanyak 20 kali.
8. Bacalah ayat ketujuh sebanyak 20 kali.
9. Bacalah ayat kedelapan sebanyak 20 kali.
10. Keempat ayat (ayat 5-8) di atas dari awal hingga akhir digabungkan dan dibaca ulang sebanyak 20 kali.
11. Bacalah ayat pertama hingga ayat ke 8 sebanyak 20 kali untuk memantapkan hafalannya.
Demikian seterusnya pada setiap surah hingga selesai menghafal seluruh surah dalam Al-Quran. Jangan sampai kamu menghafal dalam sehari lebih dari seperdelapan juz, karena itu akan menyebabkan hafalanmu bertambah berat sehingga kamu tidak bisa menghafalnya.

JIKA AKU INGIN MENAMBAH HAFALAN PADA HARI BERIKUTNYA, BAGAIMANA CARANYA?
Jika kamu ingin menambah hafalan baru (halaman selanjutnya) pada hari berikutnya, maka sebelum kamu menambah dengan hafalan baru dengan metode yang aku sebutkan di atas, maka anda harus membaca hafalan lama (halaman sebelumnya) dari ayat pertama hingga ayat terakhir (muraja’ah) sebanyak 20 kali agar hafalan ayat-ayat sebelumnya tetap kokoh dan kuat dalam ingatanmu. Kemudian setelah mengulangi (muraja’ah) maka baru kamu bisa memulai hafalan baru dengan metode yang aku sebutkan di atas.

BAGAIMANA CARANYA AKU MENGGABUNGKAN ANTARA MENGULANG (MURAJA’AH) DENGAN MENAMBAH HAFALAN BARU?
Jangan sekali-kali kamu menambah hafalan Al-Qur`an tanpa mengulang hafalan yang sudah ada sebelumya. Hal itu karena jika kamu hanya terus-menerus melanjutkan menghafal Al-Qur’an hingga khatam tapi tanpa mengulanginya terlebih dahulu, lantas setelah khatam kamu baru mau mengulanginya dari awal, maka secara tidak disadari kamu telah banyak kehilangan hafalan yang pernah dihafal. Oleh karena itu metode yang paling tepat dalam menghafal adalah dengan menggabungkan antara murajaah (mengulang) dan menambah hafalan baru. Bagilah isi Al-Qur`an menjadi tiga bagian,yang mana satu bagian berisi 10 juz. Jika dalam sehari kamu telah menghafal satu halaman maka ulangilah dalam sehari empat halaman yang telah dihafal sebelumnya hingga kamu menyelesaikan 10 juz. Jika kamu telah berhasil menyelesaikan 10 juz maka berhentilah menghafal selama satu bulan penuh dan isi dengan mengulang apa yang telah dihafal, dengan cara setiap hari kamu mengulangi (meraja’ah) sebanyak 8 halaman.
 
Setelah selesai satu bulan kamu mengulangi hafalan, sekarang mulailah kembali dengan menghafal hafalan baru sebanyak satu atau dua lembar tergantung kemampuan, sambil kamu mengulangi setiap harinya 8 halaman hingga kamu bisa menyelesaikan hafalan 20 juz. Jika kamu telah menghafal 20 juz maka berhentilah menghafal selama 2 bulan untuk mengulangi hafalan 20 juz, dimana setiap hari kamu harus mengulang (meraja’ah) sebanyak 8 halaman. Jika sudah mengulang selama dua bulan, maka mulailah kembali dengan menghafal hafalan baru sebanyak satu atau dua lembar tergantung kemampuan, sambil kamu mengulangi setiap harinya 8 halaman hingga kamu bisa menyelesaikan seluruh Al-Qur’an.
 
Jika anda telah selesai menghafal semua isi Al-Qur`an, maka ulangilah 10 juz pertama secara tersendiri selama satu bulan, dimana setiap harinya kamu mengulang setengah juz. Kemudian pindahlah ke 10 juz berikutnya, juga diulang setengah juz ditambah 8 halaman dari sepuluh juz pertama setiap harinya. Kemudian pindahlah untuk mengulang 10 juz terakhir dari Al-Qur`an selama sebulan, dimana setiap harinya mengulang setengah juz ditambah 8 halaman dari 10 juz pertama dan 8 halaman dari 10 juz kedua.

BAGAIMANA CARA MERAJA’AH AL-QURAN (30 JUZ) SETELAH AKU MENYELESAIKAN METODE MURAJA’AH DI ATAS?
Mulailah mengulangi Al-Qur’an secara keseluruhan dengan cara setiap harinya mengulang 2 juz, dengan mengulanginya 3 kali dalam sehari. Dengan demikian maka kamu akan bisa mengkhatamkan Al-Qur’an sekali setiap dua minggu.
Dengan metode seperti ini maka dalam jangka satu tahun (insya Allah) kamu telah mutqin (kokoh) dalam menghafal Al-Qur’an, dan lakukanlah cara ini selama satu tahun penuh.

APA YANG AKU LAKUKAN SETELAH MENGHAFAL AL-QUR’AN SELAMA SATU TAHUN?
Setelah menguasai hafalan dan mengulangInya dengan itqan (mantap) selama satu tahun, hendaknya bacaan Al-Qur’an yang kamu baca setiap hari hingga akhir hayatmu adalah bacaan yang dilakukan oleh Nabi -shallallahu alaihi wasallam- semasa hidup beliau. Beliau membagi isi Al-Qur`an menjadi tujuh bagian (dimana setiap harinya beliau membaca satu bagian tersebut), sehingga beliau mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam sepekan.Aus bin Huzaifah -rahimahullah- berkata: Aku bertanya kepada para sahabat Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-, “Bagaimana caranya kalian membagi Al-Qur`an untuk dibaca setiap hari?” Mereka menjawab:

نُحَزِّبُهُ ثَلَاثَ سُوَرٍ وَخَمْسَ سُوَرٍ وَسَبْعَ سُوَرٍ وَتِسْعَ سُوَرٍ وَإِحْدَى عَشْرَةَ سُورَةً وَثَلَاثَ عَشْرَةَ سُورَةً وَحِزْبَ الْمُفَصَّلِ مِنْ قَافْ حَتَّى يُخْتَمَ
 
“Kami membaginya menjadi (tujuh bagian yakni): Tiga surat, lima surat, tujuh surat, sembilan surat, sebelas surat, tiga belas surat, dan hizb al-mufashshal yaitu dari surat Qaf sampai akhir (mushaf).” (HR. Ahmad no. 15578).
 
Maksudnya:
-Hari pertama: Mereka membaca surat “al-fatihah” hingga akhir surat “an-nisa`”.
-Hari kedua: Dari surat “al-maidah” hingga akhir surat “at-taubah”.
-Hari ketiga: Dari surat “Yunus” hingga akhir surat “an-nahl”.
-Hari keempat: Dari surat “al-isra” hingga akhir surat “al-furqan”.
-Hari kelima: Dari surat “asy-syu’ara” hingga akhir surat “Yasin”.
-Hari keenam: Dari surat “ash-shaffat” hingga akhir surat “al-hujurat”.
-Hari ketujuh: Dari surat “qaaf” hingga akhir surat “an-nas”.
 
Para ulama menyingkat bacaan Al-Qur`an Nabi -shallallahu alaihi wasallam- ini menjadi kata: ”فَمِي بِشَوْقٍ“. Setiap huruf yang tersebut menjadi simbol dari awal surat yang dibaca oleh Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pada setiap harinya. Maka:
- Huruf “fa`” adalah simbol dari surat “al-fatihah”. Maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari pertama dimulai dari surah al-fatihah.
- Huruf “mim” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari kedua dimulai dari surah al-maidah.
- Huruf “ya`” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari ketiga dimulai dari surah Yunus.
- Huruf ”ba`” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari keempat dimulai dari surah Bani Israil yang juga dinamakan surah al-isra`.
- Huruf “syin” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari kelima dimulai dari surah asy-syu’ara`.
- Huruf “waw” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari keenam dimulai dari surah wash shaffat.
- Huruf “qaaf” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari ketujuh dimulai dari surah qaf hingga akhir muashaf yaitu surah an-nas.
Adapun pembagian hizib yang ada pada Al-Qur an sekarang, maka itu tidak lain adalah buatan Hajjaj bin Yusuf.

BAGAIMANA CARA MEMBEDAKAN ANTARA BACAAN YANG MUTASYABIH (AYAT YANG MIRIP) DALAM AL-QUR’AN?
Cara terbaik untuk membedakan antara dua ayat yang kelihatannya menurut kamu hampir sama (mutasyabih), adalah dengan cara membuka mushaf dan carilah kedua ayat tersebut. Lalu carilah perbedaan antara kedua ayat tersebut, cermatilah perbedaan tersebut, kemudian buatlah tanda/catatan (di dalam hatimu) yang bisa kamu jadikan sebagai tanda untuk membedakan antara keduanya. Kemudian, ketika kamu melakukan murajaah hafalan, maka perhatikanlah perbedaan tersebut secara berulang-ulang sampai kamu mutqin dalam mengingat perbedaan antara keduanya.

BEBERAPA KAIDAH DAN KETENTUAN DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN:
1- Kamu harus menghafal melalui bantuan seorang guru yang bisa membenarkan bacaanmu jika salah.
2- Hafalkanlah 2 halaman setiap hari: 1 halaman setelah subuh dan 1 halaman setelah ashar atau maghrib. Dengan metode seperti ini (insya Allah) kamu akan bisa menghafal Al-Qur`an secara mutqin dalam kurun waktu satu tahun. Tetapi jika kamu memperbanyak kapasitas hafalan setiap harinya maka kemampuan menghafalmu akan melemah.
3- Menghafallah mulai dari surat an-nas hingga surat al-baqarah karena hal itu lebih mudah. Tapi setelah kamu menghafal Al-Qur`an maka urutan meraja’ahmu dimulai dari Al-Baqarah sampai An-Nas.
4- Dalam menghafal hendaknya menggunakan satu mushaf saja (baik dalam cetakan maupun bentuknya), karena hal itu sangat membantu dalam menguatkan hafalan dan agar lebih cepat mengingat letak-letak ayatnya, ayat apa yang ada di akhir halaman ini dan ayat apa yang ada di awal halaman sebelahnya.
5- Setiap orang yang menghafal Al-Qur’an pada 2 tahun pertama biasanya apa yang telah dia hafal masih mudah hilang, dan masa ini disebut fase at-tajmi’ (pengumpulan hafalan). Karenanya janganlah kamu bersedih karena ada sebagian hafalanmu yang kamu lupa atau kamu banyak keliru dalam hafalan. Ini adalah fase yang sulit sebagai ujian bagimu, dan ini adalah fase rentan yang bisa menjadi pintu masuknya setan untuk menghentikan kamu dari menghafal Al-Qur`an. Tolaklah was-was tersebut dari dalam hatimu dan teruslah menghafal, karena dia (menghafal Al-Qur`an) merupakan perbendaharaan harta yang tidak diberikan kepada sembarang orang.

[Oleh: Asy-Syaikh Dr. Abdul Muhsin Muhammad Al-Qasim, imam dan khathib di Masjid Nabawi]

Selasa, 14 Februari 2012

Ilmu / Nasehat bagi Pengguna FACEBOOK

Dalam tulisan yang singkat ini, dengan izin dan pertolongan Allah kami akan membahas tema yang cukup menarik ini, yang sempat membuat sebagian orang kaget. Tetapi sebelumnya, ada beberapa preface yang akan kami kemukakan. Semoga Allah memudahkannya.

 Dua Kaedah yang Mesti Diperhatikan
Saudaraku, yang semoga selalu mendapatkan taufik dan hidayah Allah Subhanhu Wa Ta'ala. Dari hasil penelitian dari Al Qur’an dan As Sunnah, para ulama membuat dua kaedah ushul fiqih berikut ini:
Hukum asal untuk perkara ibadah adalah terlarang dan tidaklah disyari’atkan sampai Allah dan Rasul-Nya mensyari’atkan. Sebaliknya, hukum asal untuk perkara ‘aadat (non ibadah) adalah dibolehkan dan tidak diharamkan sampai Allah dan Rasul-Nya melarangnya.

Apa yang dimaksud dua kaedah di atas?
Untuk kaedah pertama yaitu hukum asal setiap perkara ibadah adalah terlarang sampai ada dalil yang mensyariatkannya.  Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)

Namun, untuk perkara ‘aadat (non ibadah) seperti makanan, minuman, pakaian, pekerjaan, dan mu’amalat, hukum asalnya adalah diperbolehkan kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya. Dalil untuk kaedah kedua ini adalah firman Allah Subhanhu Wa Ta'ala,  “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”. (QS. Al Baqarah: 29). Itu berarti diperbolehkan selama tidak dilarangkan oleh syari’at dan tidak mendatangkan bahaya. Maka jika ada yang menanyakan mengenai jual beli laptop? Apa hukumnya? Jawabannya adalah halal dan diperbolehkan.

Oleh karena itu, jika ada yang menanyakan pada kami bagaimana hukum Facebook? Maka kami jawab bahwa hukum asal Facebook adalah sebagaimana handphone, email, website, blog, radio dan alat-alat teknologi lainnya yaitu sama-sama mubah dan diperbolehkan.

Hukum Sarana sama dengan Hukum Tujuan
 Perkara mubah (yang dibolehkan) itu ada dua macam. Ada perkara mubah yang dibolehkan dilihat dari dzatnya dan ada pula perkara mubah yang menjadi wasilah (perantara) kepada sesuatu yang diperintahkan atau sesuatu yang dilarang.

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan,“Perkara mubah dibolehkan dan diizinkan oleh syari’at untuk dilakukan. Namun, perkara mubah itu dapat pula mengantarkan kepada hal-hal yang baik maka dia dikelompokkan dalam hal-hal yang diperintahkan. Perkara mubah terkadang pula mengantarkan pada hal yang jelek, maka dia dikelompokkan dalam hal-hal yang dilarang.

Inilah landasan yang harus diketahui setiap muslim bahwa hukum sarana sama dengan hukum tujuan (al wasa-il laha hukmul maqhosid).”  Misalnya : Tidur adalah suatu hal yang mubah. Namun, jika tidur itu bisa membantu dalam melakukan ketaatan pada Allah atau bisa membantu dalam mencari rizki, maka tidur tersebut menjadi mustahab (dianjurkan/disunnahkan) dan akan diberi ganjaran jika diniatkan untuk mendapatkan ganjaran di sisi Allah.

Begitu pula jika perkara mubah dapat mengantarkan pada sesuatu yang dilarang, maka hukumnya pun menjadi terlarang, baik dengan larangan haram maupun makruh. Misalnya : Terlarang menjual barang yang sebenarnya mubah namun nantinya akan digunakan untuk maksiat. Seperti menjual anggur untuk dijadikan khomr.

Oleh karena itu, jika sudah ditetapkan hukum pada tujuan, maka sarana (perantara) menuju tujuan tadi akan memiliki hukum yang sama. Contohnya : Menunaikan shalat lima waktu adalah sebagai tujuan. Dan berjalan ke tempat shalat (masjid) adalah wasilah (perantara). Maka karena tujuan tadi wajib, maka wasilah di sini juga ikut menjadi wajib. Ini berlaku untuk perkara sunnah dan seterusnya.

Intinya, Hukum Facebook adalah Tergantung Pemanfaatannya
Jadi intinya, hukum facebook adalah tergantung pemanfaatannya. Kalau pemanfaatannya adalah untuk perkara yang sia-sia dan tidak bermanfaat, maka facebook pun bernilai sia-sia dan hanya membuang-buang waktu. Begitu pula jika facebook digunakan untuk perkara yang haram, maka hukumnya pun menjadi haram. Hal ini semua termasuk dalam kaedah “al wasa-il laha hukmul maqhosid (hukum sarana sama dengan hukum tujuan).” Di bawah kaedah ini terdapat kaedah derivat atau turunan lainnya yaitu:

Maa laa yatimmul wajibu illah bihi fa huwa wajib (Suatu yang wajib yang tidak sempurna kecuali dengan sarana ini, maka sarana ini menjadi wajib)
Maa laa yatimmul masnun illah bihi fa huwa masnun (Suatu yang sunnah yang tidak sempurna kecuali dengan sarana ini, maka sarana ini menjadi sunnah)
Maa yatawaqqoful haromu ‘alaihi fa huwa haromun (Suatu yang bisa menyebabkan terjerumus pada yang haram, maka sarana menuju yang haram tersebut menjadi haram) 
Wasail makruh makruhatun (Perantara kepada perkara yang makruh juga dinilah makruh)

Maka lihatlah kaedah derivat yang ketiga di atas. Intinya, jika facebook digunakan untuk yang haram dan sia-sia, maka facebook menjadi haram dan terlarang. Kita dapat melihat bahwa tidak sedikit di antara pengguna facebook yang melakukan hubungan gelap di luar nikah di dunia maya. Padahal lawan jenis yang diajak berhubungan bukanlah mahram dan bukan istri. Sungguh, banyak terjadi perselingkuhan karena kasus semacam ini. Jika memang facebook banyak digunakan untuk tujuan-tujuan semacam ini, maka sungguh kami katakan, “Hukum facebook sebagaimana hukum pemanfaatannya. Kalau dimanfaatkan untuk yang haram, maka facebook pun menjadi haram.”

Waktu yang Sia-sia Di Depan Facebook
 Saudaraku, inilah yang kami ingatkan untuk para pengguna facebook. Ingatlah waktumu! Kebanyakan orang betah berjam-jam di depan facebook, bisa sampai 5 jam bahkan seharian, namun mereka begitu tidak betah di depan Al Qur’an dan majelis ilmu. Sungguh, ini yang kami sayangkan bagi saudara-saudaraku yang begitu gandrung dengan facebook. Oleh karena itu, sadarlah!!

Semoga beberapa nasehat ulama kembali menyadarkanmu tentang waktu dan hidupmu. Imam Asy Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan, “Aku pernah bersama dengan seorang sufi. Aku tidaklah mendapatkan pelajaran darinya selain dua hal. Pertama, dia mengatakan bahwa waktu bagaikan pedang. Jika kamu tidak memotongnya (memanfaatkannya), maka dia akan memotongmu.” Lanjutan dari perkataan Imam Asy Syafi’i di atas, “Kemudian orang sufi tersebut menyebutkan perkataan lain: Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil).” (Al Jawabul Kafi, 109, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Waktu manusia adalah umurnya yang sebenarnya. Waktu tersebut adalah waktu yang dimanfaatkan untuk mendapatkan kehidupan yang abadi dan penuh kenikmatan dan terbebas dari kesempitan dan adzab yang pedih. Ketahuilah bahwa berlalunya waktu lebih cepat dari berjalannya awan (mendung). Barangsiapa yang waktunya hanya untuk ketaatan dan beribadah pada Allah, maka itulah waktu dan umurnya yang sebenarnya. Selain itu tidak dinilai sebagai kehidupannya, namun hanya teranggap seperti kehidupan binatang ternak.”

Ingatlah ... kematian lebih layak bagi orang yang menyia-nyiakan waktu. Ibnul Qayyim mengatakan, “Jika waktu hanya dihabiskan untuk hal-hal yang membuat lalai, untuk sekedar menghamburkan syahwat (hawa nafsu), berangan-angan yang batil, hanya dihabiskan dengan banyak tidur dan digunakan dalam kebatilan, maka sungguh kematian lebih layak bagi dirinya.” (Al Jawabul Kafi, 109)

Marilah Memanfaatkan Facebook untuk Dakwah
Inilah pemanfaatan yang paling baik yaitu facebook dimanfaatkan untuk dakwah. Betapa banyak orang yang senang dikirimi nasehat agama yang dibaca di inbox, note atau melalui link mereka. Banyak yang sadar dan kembali kepada jalan kebenaran karena membaca nasehat-nasehat tersebut.

Oleh karena itu, jadilah orang yang bermanfaat bagi orang lain apalagi dalam masalah agama, yang tentu saja dengan bekal ini akan mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dari Jabir, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberikan manfaat bagi orang lain.” (Al Jaami’ Ash Shogir, no. 11608)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
"Jika Allah memberikan hidayah kepada seseorang melalui perantaraanmu maka itu lebih baik bagimu daripada mendapatkan unta merah (harta yang paling berharga orang Arab saat itu)." (HR. Bukhari dan Muslim). Lihatlah saudaraku, bagaimana jika tulisan kita dalam note, status, atau link di facebook dibaca oleh 5, 1o bahkan ratusan orang, lalu mereka amalkan, betapa banyak pahala yang kita peroleh. Jadi, facebook jika dimanfaatkan untuk dakwah semacam ini, sungguh sangat bermanfaat.

Penutup: Nasehat bagi Para Pengguna Facebook
Imam Asy Syafi’I mengatakan, “Jika dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan tersibukkan dengan hal-hal yang sia-sia (batil)”.( Al Jawabul Kafi, 109)
Semoga kita selalu disibukkan dengan hal yang dapat memberikan manfaat pada orang lain. Alangkah bagusnya jika status, note dan link yang kita berikan pada saudara-saudara kita berisi siraman-siraman rohani. Itu lebih baik dan lebih bermanfaat dibandinga dengan mengisi status di FB dengan hal-hal yang sia-sia atau bahkan dosa.

Kami hanya bisa berdoa kepada Allah, semoga Allah memberikan taufik dan hidayah bagi orang yang membaca tulisan ini. Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk memanfaatkan waktu dengan baik, dalam hal-hal yang bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Rujukan:
Al Jawabul Kafi, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah
Al Qowa’id wal Ushul Al Jaami’ah, Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Darul Wathon Lin Nasyr
Jam’ul Mahshul fi Syarhi Risalah Ibni Sya’di fil Ushul, Abdullah bin Sholeh Al Fauzan, Dar Al Muslim
Risalah Lathifah, Abdurrahman bin Nashir As Sa’di

(Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal dengan sedikit perubahan.)

Sabtu, 11 Februari 2012

Perayaan Maulid Nabi dan Kontroversi Ma'na Bid’ah

Perayaan Maulid Nabi dan Kontroversi Ma'na Bid’ah Peryataan bahwa perayaan maulid Nabi adalah amalan bid'ah adalah peryataan sangat tidak tepat, karena bid'ah adalah sesuatu yang baru atau diada-adakan dalam Islam yang tidak ada landasan sama sekali dari dari Al-Qur'an dan as-Sunah. Adapun maulid  walaupun suatu yang baru di dalam Islam akan tetapi memiliki landasan dari Al-Qur'an dan as-Sunah.

Pada maulid Nabi di dalamya banyak sekali nilai ketaatan, seperti: sikap syukur, membaca dan mendengarkan bacaan Al-Quran, bersodaqoh, mendengarkan mauidhoh hasanah atau menuntut ilmu, mendengarkan kembali sejarah dan keteladanan Nabi, dan membaca sholawat yang kesemuanya telah dimaklumi bersama bahwa hal tersebut sangat dianjurkan oleh agama dan ada dalilnya di dalam Al-Qur'an dan as-Sunah.

Pengukhususan Waktu

Ada yang menyatakan bahwa menjadikan maulid dikatakan bid'ah adalah adanya pengkhususan (takhsis) dalam pelakanaan di dalam waktu tertentu, yaitu bulan Rabiul Awal yang hal itu tidak dikhususkan oleh syariat. Pernyataan ini sebenarnaya perlu di tinjau kembali, karena takhsis yang dilarang di dalam Islam ialah takhsis dengan cara meyakini atau menetapkan hukum suatu amal bahwa amal tersebut tidak boleh diamalkan kecuali hari-hari khusus dan pengkhususan tersebut tidak ada landasan dari syar'i sendiri(Dr Alawy bin Shihab, Intabih Dinuka fi Khotir: hal.27).

Hal ini berbeda dengan penempatan waktu perayaan maulid Nabi pada bulan Rabiul Awal, karena orang yang melaksanakan maulid Nabi sama sekali tidak meyakini, apalagi menetapkan hukum bahwa maulid Nabi tidak boleh dilakukan kecuali bulan Robiul Awal, maulid Nabi bisa diadakan kapan saja, dengan bentuk acara yang berbeda selama ada nilai ketaatan dan tidak bercampur dengan maksiat.

Pengkhususan waktu maulid disini bukan kategori takhsis yang di larang syar'i tersebut, akan tetapi masuk kategori tartib (penertiban).

Pengkhususan waktu tertentu dalam beramal sholihah adalah diperbolehkan, Nabi Muhammad sendiri mengkhusukan hari tertentu untuk beribadah dan berziaroh ke masjid kuba, seperti diriwatkan Ibnu Umar bahwa Nabi Muhammad mendatangi masjid Kuba setiap hari Sabtu dengan jalan kaki atau dengan kendaraan dan sholat sholat dua rekaat di sana (HR Bukhari dan Muslim). Ibnu Hajar mengomentari hadis ini mengatakan: "Bahwa hadis ini disertai banyaknya riwayatnya menunjukan diperbolehkan mengkhususan sebagian hari-hari tertentu dengan amal-amal salihah dan dilakukan terus-menerus".(Fathul Bari 3: hal. 84)

Imam Nawawi juga berkata senada di dalam kitab Syarah Sahih Muslim. Para sahabat Anshor juga menghususkan waktu tertentu untuk berkumpul untuk bersama-sama mengingat nikmat Allah,( yaitu datangnya Nabi SAW) pada hari Jumat atau mereka menyebutnya Yaumul 'Urubah dan direstui Nabi.

Jadi dapat difahami, bahwa pengkhususan dalam jadwal Maulid, Isro' Mi'roj dan yang lainya hanyalah untuk penertiban acara-acara dengan memanfaatkan momen yang sesui, tanpa ada keyakinan apapun, hal ini seperti halnya penertiban atau pengkhususan waktu sekolah, penghususan kelas dan tingkatan sekolah yang kesemuanya tidak pernah dikhususkan oleh syariat, tapi hal ini diperbolehkan untuk ketertiban, dan umumnya tabiat manusia apabila kegiatan tidak terjadwal maka kegiatan tersebut akan mudah diremehkan dan akhirnya dilupakan atau ditinggalkan.

Acara maulid di luar bulan Rabiul Awal sebenarnya telah ada dari dahulu, seperti acara pembacaan kitab Dibagh wal Barjanji atau kitab-kitab yang berisi sholawat-sholawat yang lain yang diadakan satu minggu sekali di desa-desa dan pesantren, hal itu sebenarnya adalah kategori maulid, walaupun di Indonesia masyarakat tidak menyebutnya dengan maulid, dan jika kita berkeliling di negara-negara Islam maka kita akan menemukan bentuk acara dan waktu yang berbeda-beda dalam acara maulid Nabi, karena ekpresi syukur tidak hanya dalam satu waktu tapi harus terus menerus dan dapat berganti-ganti cara, selama ada nilai ketaatan dan tidak dengan jalan maksiat.

Semisal di Yaman, maulid diadakan setiap malam jumat yang berisi bacaan sholawat-sholawat Nabi dan ceramah agama dari para ulama untuk selalu meneladani Nabi. Penjadwalan maulid di bulan Rabiul Awal hanyalah murni budaya manusia, tidak ada kaitanya dengan syariat dan barang siapa yang meyakini bahwa acara maulid tidak boleh diadakan oleh syariat selain bulan Rabiul Awal maka kami sepakat keyakinan ini adalah bid'ah dholalah.

Tak Pernah Dilakukan Zaman Nabi dan Sohabat

Di antara orang yang mengatakan maulid adalah bid'ah adalah karena acara maulid tidak pernah ada di zaman Nabi, sahabat atau kurun salaf. Pendapat ini muncul dari orang yang tidak faham bagaimana cara mengeluarkan hukum(istimbat) dari Al-Quran dan as-Sunah. Sesuatu yang tidak dilakukan Nabi atau Sahabat –dalam term ulama usul fiqih disebut at-tark – dan tidak ada keterangan apakah hal tersebut diperintah atau dilarang maka menurut ulama ushul fiqih hal tersebut tidak bisa dijadikan dalil, baik untuk melarang atau mewajibkan.

Sebagaimana diketahui pengertian as-Sunah adalah perkatakaan, perbuatan dan persetujuan beliau. Adapun at-tark tidak masuk di dalamnya. Sesuatu yang ditinggalkan Nabi atau sohabat mempunyai banyak kemungkinan, sehingga tidak bisa langsung diputuskan hal itu adalah haram atau wajib. Disini akan saya sebutkan alasan-alasan kenapa Nabi meninggalkan sesuatu:

1. Nabi meniggalkan sesuatu karena hal tersebut sudah masuk di dalam ayat atau hadis yang maknanya umum, seperti sudah masuk dalam makna ayat: "Dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.''(QS Al-Haj: 77). Kebajikan maknanya adalah umum dan Nabi tidak menjelaskan semua secara rinci.
 
2. Nabi meninggalkan sesutu karena takut jika hal itu beliau lakukan akan dikira umatnya bahwa hal itu adalah wajib dan akan memberatkan umatnya, seperti Nabi meninggalkan sholat tarawih berjamaah bersama sahabat karena khawatir akan dikira sholat terawih adalah wajib.

3. Nabi meninggalkan sesuatu karena takut akan merubah perasaan sahabat, seperti apa yang beliau katakan pada siti Aisyah: "Seaindainya bukan karena kaummu baru masuk Islam sungguh akan aku robohkan Ka'bah dan kemudian saya bangun kembali dengan asas Ibrahim as. Sungguh Quraiys telah membuat bangunan ka'bah menjadi pendek." (HR. Bukhori dan Muslim) Nabi meninggalkan untuk merekontrusi ka'bah karena menjaga hati mualaf ahli Mekah agar tidak terganggu.

4. Nabi meninggalkan sesuatu karena telah menjadi adatnya, seperti di dalam hadis: Nabi disuguhi biawak panggang kemudian Nabi mengulurkan tangannya untuk memakannya, maka ada yang berkata: "itu biawak!", maka Nabi menarik tangannya kembali, dan beliu ditanya: "apakah biawak itu haram? Nabi menjawab: "Tidak, saya belum pernah menemukannya di bumi kaumku, saya merasa jijik!" (QS. Bukhori dan Muslim) hadis ini menunjukan bahwa apa yang ditinggalkan Nabi setelah sebelumnya beliu terima hal itu tidak berarti hal itu adalah haram atau dilarang.

5. Nabi atau sahabat meninggalkan sesuatu karena melakukan yang lebih afdhol. Dan adanya yang lebih utama tidak menunjukan yang diutamai (mafdhul) adalah haram.dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan yang lain (untuk lebih luas lih. Syekh Abdullah al Ghomariy. Husnu Tafahum wad Dark limasalatit tark)

Dan Nabi bersabda:" Apa yang dihalalakan Allah di dalam kitab-Nya maka itu adalah halal, dan apa yang diharamkan adalah haram dan apa yang didiamkan maka itu adalah ampunan maka terimalah dari Allah ampunan-Nya dan Allah tidak pernah melupakan sesuatu, kemudian Nabi membaca:" dan tidaklah Tuhanmu lupa".(HR. Abu Dawud, Bazar dll.) dan Nabi juga bersabda: "Sesungguhnya Allah menetapkan kewajiban maka jangan enkau sia-siakan dan menetapkan batasan-batasan maka jangan kau melewatinya dan mengharamkan sesuatu maka jangan kau melanggarnya, dan dia mendiamkan sesuatu karena untuk menjadi rahmat bagi kamu tanpa melupakannya maka janganlah membahasnya".(HR.Daruqutnhi)

Dan Allah berfirman:"Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya."(QS.Al Hasr:7) dan Allah tidak berfirman  dan apa yang ditinggalknya maka tinggalkanlah.

Maka dapat disimpulkan bahwa "at-Tark" tidak memberi faidah hukum haram, dan alasan pengharaman maulid dengan alasan karena tidak dilakukan Nabi dan sahabat sama dengan berdalil dengan sesuatu yang tidak bisa dijadikan dalil!

Imam Suyuti menjawab peryataan orang yang mengatakan: "Saya tidak tahu bahwa maulid ada asalnya di Kitab dan Sunah" dengan jawaban: "Tidak mengetahui dalil bukan berarti dalil itu tidak ada", peryataannya Imam Suyutiy ini didasarkan karena beliau sendiri dan Ibnu Hajar al-Asqolaniy telah mampu mengeluarkan dalil-dalil maulid dari as-Sunah. (Syekh Ali Jum'ah. Al-Bayanul  Qowim, hal.28)
 
Ditulis oleh : Zarnuzi Ghufron 
Ketua LMI-PCINU Yaman dan sekarang sedang belajar di Fakultas Syariah wal Qonun  Univ Al-Ahgoff, Hadramaut, Yaman

Kamis, 09 Februari 2012

HIKMAH MAULID NABI (Keajaiban sebelum dan sesudah kelahiran Rasulullah SAW)

By : Azkan Ihsan

Kejadian saat kelahiran Rasulullah
Muncul di langit satu bintang, namanya adalah Najmu Ahmad (Bintang Ahmad). Ini adalah salah satu tanda dalam kitab Taurat. Di Taurat juga  disebutkan, ketika Rasululah lahir ke dunia, maka akan muncul bintang di langit. Bintang itu dinamakan oleh orang Yahudi sebagai Najmu Ahmad (Bintang Ahmad).

Ketika itu, di Mekah tidak ada orang Yahudi. Orang Yahudi adanya di Madinah dan Syam. Mereka melihat munculnya Bintang Ahmad di langit, sehingga mereka semuanya senang dan membawa kabar gembira kepada yang lain bahwa sudah datang nabi yang mereka tunggu-tunggu. Sebenarnya orang Yahudi berharap, bahwa Nabi yang akan datang itu adalah dari kalangan Yahudi (Bani Israil). Tapi ternyata Allah menjadikan Nabi Muhammad dari Bangsa Arab, sehingga kemudian mereka sangat membenci Nabi Muhammad.

Selama mengandung Nabi Muhammad, tidak ada rasa lelah pada Aminah (ibunya Rasulullah), ia seperti sedang tidak hamil. Bahkan ketika melahirkan Nabi Muhammad pun, tak ada perasaan lelah itu. Di dalam mimpinya, Aminah melihat cahaya, yang di sisi cahaya itu terlihat istana-istana yang ada di Syam (Syiria) yang dimiliki oleh Kisra (Raja) Persia. Ini adalah sebagai tanda, bahwa nantinya Islam akan sampai ke tempat tersebut.

Ketika Rasulullah lahir, tali pusatnya sudah terpotong. Ini adalah di luar kebiasaan. Biasanya, bayi yang baru lahir itu masih ada tali pusatnya. Ada juga riwayat yang menceritakan, ketika Rasulullah lahir, dia duduk seperti sedang sujud, tapi kepalanya ke atas melihat langit, dan dia bersandar dengan tangannya.

Pada masa itu, ada api yang sangat dihormati oleh orang-orang Majusi. Ketika Rasulullah lahir, api yang tak pernah mati itu mati seketika, padahal telah sekian lama api itu selalu menyala. Ada juga danau yang bernama Danau Sawaa, yang airnya begitu dimuliakan oleh orang-orang Majusi. Ketika Rasulullah lahir, air danau tersebut tiba-tiba kering.

Ada 14 patung Istana Kisra Persia jatuh tiba-tiba ketika itu. Para tentara Kisra Persia tentunya terkejut melihat hal tersebut. Hingga dikumpulkanlah para orang pintar mereka, kemudian diceritkaan hal tersebut. Menurut para cerdik pandai mereka, bahwa itu merupakan pertanda telah lahir seorang nabi, dia akan membawa agamanya ke negeri tersebut (Persia). Disebutkan pula oleh cerdik pandai tersebut, bahwa nabi tersebut dan para pengikutnya akan membunuh 14 orang raja dari turunan Kisra.

Kejadian setelah Rasulullah dilahirkan

Ketika Rasulullah lahir, ayahnya (Abdullah) telah meninggal dunia. Setelah dilahirkan, Rasulullah pertama kali disusui oleh Thuwaiba (pembantu pamannya Rasulullah yang bernama Abu Lahab). Setelah itu barulah Halimatus Sa’diyah yang menyusui Rasulullah.
Allah menjadikan Rasulullah sebagai seorang yatim. Kalau memang Allah memuliakan dan mencintai Rasulullah, mengapa Rasulullah ketika lahir sudah dijadikan sebagai anak yatim?

Hikmahnya Allah menjadikan Rasulullah sebagai seorang yatim supaya tidak ada yang mempunyai hak terhadap Rasulullah. Sehingga yang mendidik Rasulullah bukanlah orang tuanya, melainkan Allah yang langsung mendidiknya. Dengan dijadikan yatim, maka tak ada yang membela Rasulullah, tak ada yang menjaganya, tak ada yang memuliakannya, sejak kecil hingga diutus menjadi nabi, kecuali hanya Allah yang menjaga dan membelanya. Sehingga jangan sampai ada yang mengatakan, bahwa Muhammad menjadi nabi karena diajari oleh orang tuanya. Rasulullah pernah bersabda:

Allah yang mendidikku dengan didikan yang sangat suci dan mulia.
Sudah menjadi kebiasaan di negeri Arab, yaitu ketika bayi lahir ke dunia, maka dipelihara dan dididik di luar kota, yaitu di daerah padang pasir. Hal ini karena di kota banyak penyakitnya dan kelemahannya. Sehingga memang sengaja bayi-bayi yang baru lahir itu dikirim ke luar kota. Terkadang orang Badwi yang berasal dari luar kota datang dari luar kota mencari anak di Mekah yang perlu disusui untuk dibawa ke tempat mereka.

Halimatus Sa’diyah ketika itu datang bersama suami dan anaknya. Mereka naik unta yang sudah sangat tua dan sering sakit. Dengan kondisi unta yang seperti itu, perjalanan Halimah menjadi tersendat-sendat dan lambat hingga selalu tertinggal dari rombongan. Halimah dan keluarganya ketika itu dalam keadan sangat susah dan miskin. Keluarganya hanya memiliki beberapa kambing yang kurus-kurus dan tak bisa menghasilkan susu.

Ketika sampai di Mekah, Halimah langsung mencari anak yang mau disusui. Rombongannya dari Bani Sa’ad juga melakukan hal yang sama. Ketika Nabi Muhammad ditawarkan, tak ada satu pun dari rombongan Bani Sa’ad yang mau menerima Nabi Muhammad yang masih bayi itu, karena Muhammad adalah anak yatim. Yang mereka cari adalah bayi-bayi yang berasal dari keluarga kaya dan masih memiliki orang tua.

Sementara yang lain mendapatkan bayi untuk disusui, sedangkan Halimah tidak menemukan bayi tersebut, kecuali tinggal Nabi Muhammad saja yang belum diambil oleh rombongan Bani Sa’ad. Suaminya mengajaknya pulang, karena memang sudah tak ada bayi yang bisa diharapkan untuk dibawa. Halimah mengatakan, mengapa tidak dibawa saja Nabi Muhammad yang masih bayi itu, siapa tahu mereka nantinya akan mendapatkan berkah. Suaminya tidak mau, karena keluarga Nabi Muhammad adalah keluarga miskin yang nantinya hanya akan membuat mereka (keluarga Halimah) repot. Tapi tetap saja Halimah bersikeras untuk membawa Nabi Muhammad. Akhirnya, suaminya pun menyetujui. Kemudian, Nabi Muhammad pun dibawa oleh Halimah.

Di dalam riwayat (seperti dijelaskan oleh para ulama), bahwa walaupun Halimah juga sedang menyusui anaknya, tetapi air susunya sepertinya tak pernah kering ketika menyusui Nabi Muhammad. Padahal sebelum menyusui Nabi Muhammad, air susunya selalu kering, bahkan untuk menyusui anaknya sendiri pun tidak bisa.

Ketika perjalanan pulang, untanya juga menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Karena itulah, perjalanan pulangnya bisa lebih cepat, hingga orang-orang yang ada di dalam rombongannya heran akan hal tersebut.

Sesampai di kampungnya, ia ingin memberi makan kambing-kambingnya. Ketika ingin memberi makan kambing-kambingnya itu, dilihatnya ternyata kambing-kambingnya sudah menjadi gemuk, padahal kampungnya ketika itu sedang berada dalam musim kering. Orang-orang di kampungnya pun heran akan hal tersebut. Mereka mencari-cari tempat makan kambingnya Halimah. Setelah dicari-cari, ternyata tempat tersebut tidak mereka temukan.

Nabi Muhammad menyusu mepada Halimah selama dua tahun. Selama itulah, keluarga Halimah mendapatkan keberkahan karena memelihara Rasulullah. Setelah dua tahun dalam asuhan Halimah, maka dikembalikanlah Rasulullah kepada keluarganya. Tetapi sebenarnya Halimah juga berharap agar Rasulullah bisa lebih lama lagi dalam asuhannya. Namun karena memang sudah habis perjanjiannya, maka dikembalikanlah Rasulullah, walaupun memang Halimah masih menginginkan Rasulullah berada dalam asuhannya.

Halimah meminta kepada ibunya Rasulullah agar ia (Halimah) boleh kembali membawa Rasulullah untuk diasuh. Dengan berbagai alasan, Halimah mengungkapkan permintaannya itu kepada ibunya Rasulullah. Mengapakah Halimah masih mau untuk mengasuh Rasulullah? Hal kini karena ketika mengasuh Rasulullah, dia (Halimah) dan keluarganya mendapatkan kemuliaan, kekayaan, dan keberkahan dari Allah. Ia takut keberkahan itu akan hilang jika Rasulullah tidak lagi bersamanya. Akhirnya, karena Halimah selalu meminta seperti itu, maka ibunya Rasulullah pun membolehkan Halimah membawa kembali Rasulullah untuk diasuhnya.

Kemudian dibawalah Rasulullah oleh Halimah ke kampungnya lagi. Ketika Rasulullah berumur 6 tahun (ada juga riwayat lain yang mengatakan 8 tahun), terjadilah peristiwa pembelahan dada Rasulullah dengan tujuan untuk membersihkan hatinya. Waktu itu, ketika Rasulullah sedang bermain denga anak-anaknya Halimah, tiba-tiba muncul dua orang yang bercahaya, pakaiannya putih, dan bersayap. Ada juga riwayat yang mengatakan, bahwa itu adalah Malaikat Jibril.

Rasulullah dibawa oleh orang yang bercahaya dan berpakaian putih itu, kemudian dada Rasulullah dibedah (dibelah), diambil hatinya dan dibersihkan di air zamzam. Suatu riwayat menyebutkan, jantung Rasulullah dibuka, di sisi jantungnya ada dua ‘alaqah (daging hitam). Daging hitam itu diambil oleh malaikat, kemudian daging itu dibuang. Setelah itu, jantungnya dibersihkan dan disucikan menggunakan air zamzam dari surga, kemudian diletakkan lagi di tempatnya semula. Ketika Rasulullah dewasa, bekas-bekas pembedahan itu masih ada di dadanya.

Menurut riwayat yang lain menyatakan, setelah dibersihkan, kemudian diletakkan kembali ke tempat semula, Allah kemudian memerintahkan malaikat untuk menempatkan as-sakinah (ketenangan) di hati Rasulullah. Karena itulah, Rasulullah selalu tenang dan tidak bisa digoda oleh setan. Dua ’alaqah hitam yang ada di jantung Rasulullah yang kemudian dibuang oleh malaikat, itu sebenarnya adalah tempat setan untuk mengganggu manusia.

Mengapa Rasululah dari Arab ? Karena pada saat itu, kemuliaan di seluruh dunia didapat oleh orang Arab. Rasulullah pernah bersabda di suatu hadis yang shahih. Disebutkan pada hadis tersebut, bahwa Rasululah meminta kita untuk mencintai orang Arab karena tiga hal: pertama, karena Islam. Kedua, Alquran. Ketiga, karena Rasulullah berasal dari Bangsa Arab.

Apakah yang dimaksud ”Arab” seperti yang dinyatakan oleh Rasulullah tersebut? Para ulama menjelaskan, bahwa Arab yang dimaksud itu adalah lisan Arab (lidah arab), bukan hanya keturunan Arab. Di dalam ajaran Islam, kemuliaan bukanlah berdasarkan keturunan. Yang mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.

Dijelaskan oleh para ulama, bahwa yang termasuk keturunan Arab adalah yang bisa berbicara menggunakan Bahasa Arab. Karena itulah, umat Islam disuruh mempelajari Bahasa Arab untuk bisa memahami agama, termasuk juga untuk memahami Alquran dan Hadis Rasulullah. Jadi, siapapun sebenarnya bisa masuk ke dalam golongan Arab yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya jika berbicara dengan Bahasa Arab.