Alkisah
di sebuah pesantren di suatu negeri hidup seorang guru silat yang
sangat bijak, dan sudah sangat tua. Ia mempunyai dua murid yang
masing-masing memiliki tingkat ibadah, ketulusan, kejujuran, kesalehan,
keseriusan, semangat, dan keuletan belajar silat yang sama. Untuk
mewariskan pesantren dan perguruannya, ia harus memilih yang terbaik
dari keduanya.
Pertandingan di antara mereka pun dilakukan. Namun, beberapa kali
dilakukan pertandingan, musabaqah, adu kepandaian dan adu kekuatan
selalu berakhir dengan seimbang. Mereka ternyata mampu menyerap ilmu
yang sama dari sang guru. Selain itu, keduanya juga sering berlatih
bersama-sama sehingga masing-masing sudah mengetahui kelebihan dan
kekurangannya. Untuk mengetahui mana di antara mereka yang lebih baik
dan lebih cerdik, gurutersebut terpaksa menggunakan cara lain.
Suatu tengah malam seusai shalat, guru tersebut memanggil kedua
muridnya dan memberi mereka tugas,"Besok pagi ba'da subuh kalian
pergilah ke hutan mencari ranting pohon. Siapa yang pulang dengan hasil
yang terbanyak, dialah yang keluar sebagai pemenang, dan berhak mewarisi
pesantren dan perguruan ini" Sambil menarik napas panjang sang guru
memperhatikan kedua muridnya yang sedang mendengarkan dengan serius
kemudian ia melanjutkan, "Waktu yang tersedia untuk kalian adalah jam
lima pagi sampai jam lima sore." Kemudian guru tersebut mengambil
sesuatu dari bawah meja dan berkata,"Ini adalah dua bilah parang yang
dapat kalian gunakan, ada pertanyaan?"
Karena merasa tugas yang diembankan kepada mereka mudah, mereka pun
serempak menjawab,"Tidak.""Baiklah kalau begitu, sekarang, kalian
cepatlah beristirahat dan besok bangun lebih pagi," Nasihat sang guru.
Mendapat tugas yang baru ini, di benak murid yang pertama langsung
terbayang bahwa keesokan harinya ia harus bangun lebih awal, harus
bekerja lebih keras dan lebih serius karena waktunya terbatas. Ia
terlalu terfokus pada waktu, yakni harus berangkat jam5 tepat , tidak
boleh kurang satu detik pun dan pulang jam 5 sore , tidak boleh lebih.
Setelah yakin dengan waktunya, ia pun pergi tidur.
Dengan tugas yang sama, murid kedua lebih terfokus pada pekerjaan yang
harus dilakukannya. Ia langsung memeriksa parang yang disediakan oleh
gurunya, dan ternyata parang tersebut adalah parang tua yang sudah
tumpul.
Maka, ia pun memutuskan, besok sebelum berangkat ia akan mencari batu
asah untuk mengasah parangnya agar menjadi tajam dan siap digunakan.
Dengan parang yang lebih tajam, hasil yang sama dapat diperoleh dengan
upaya yang lebih sedikit, pikirnya.
Tantangan kedua yang terbayang di benaknya adalah bagaimana cara
membawa ranting pohon lebih banyak secara efisien dan efektif ?
Sementara temannya sudah tertidur lelap, ia bermunjat dan berdoa kepada
Allah, meminta agar dimudahkan segala urusannya sambil memikirkan cara
terbaik untuk membawa ranting dengan jumlah lebih banyak. Setelah
berpikir cukup lama dan mempertimbangkan berbagai kemungkinan, ia
memutuskanuntuk menyiapkan tali pengikat dan tongkat pikulan sebelum
berangkat keesokan harinya.
Dengan memikul ranting menggunakan tongkat pikulan. Paling tidak, ia
bisa membawa dua ikat besar ranting-satu di depan dan satu lagi
dibelakang , itu berarti dua kali lipat lebih banyak dibandingkan
memanggulnya.Dengan perasaan puas, ia shalat malam lalu pergi tidur.
Keesokan harinya, murid pertama yang sudah berencana akan bekerja
keras, bangun tepat waktu dan langsung berangkat ke hutan. Sementara
itu, murid kedua masih asyik berdzikir dan membaca Al-Qur'an. Tepat jam
enam pagi, murid kedua bergagas. Sesuai rencana, ia segera mencari batu
asah dan mengasah parangnyasampai benar-benar tajam.Kemudian ia mencari
tali dan tongkat pikulan. Setelahsemua perlengkapan siap, ia segera
berangkat ke hutan, jam menunjukkan pukultujuh lebih.
Ketika jam menunjukkan pukul satu siang, murid kedua sudah berhasil
mengumpulkan ranting cukup banyak. Ia segera mengikatnya menjadi dua dan
memikulnya pulang. Sesampainya di pesantren, diserahkannya
ranting-rantingtersebut kepada gurunya. Ia berhasil mendapat banyak
ranting dan pulang lebih cepat.
Sementara itu, murid pertama, karena tidak mengasah parangnya, harus
menggunakan waktu dan energi yang lebih besar untuk memotong ranting
pohon.Dengan demikian ia juga memerlukan waktu yang lebih banyak untuk
beristirahat karena kelelahan. Belum waktu yang ia gunakan untuk mencari
tali pengikat. Selain itu, dengan caranya membawa ranting kayu yang
dipanggul di pundaknya, jumlah yang bisa dibawanya juga terbatas.
Hikmah :
- Terkadang kita terbelenggu oleh kerutinan kerja sehari - hari, sehingga lupa " mengasah parang " yang berupa bermunajat dan meminta petunjuk kepada Allah, belajar , ikut pelatihan, training , mengadakan meeting, briefieng pagi dan lain - lain. Padahal kegiatan diatas yang menurut kita " buang waktu " tersebut justru merupakan sarana ampuh untuk meningkatkan dan mengembangkan Skill , Knowledge dan Attitude kita.
- Pelatihan , tafakur, dzikir, pengajian, training , meeting , briefieng , pengarahan atau belajar pada dasarnya adalah bertujuan untuk " memudahkan " pekerjaan kita sehari - hari. Bukankah mengasah parang selama 3 menit sangat tidak berarti saat kita harus menebang pohon selama 3 jam . . . . . . . . . . . .
- Oleh karenanya, minimal usahakanlah setiap pagi hari, membaca Al-Qur'an, berdzikir, membaca al-Ma'tsurat, dan juga berpositif thinking... Di samping diwaktu-waktu tertentu galilah potensi diri dengan mengikuti training, membaca buku motivasi, mengikuti seminar, milis yang bermanfaat, dsb... Mudah-mudahan kita semua dimudahkan Allah untuk menggapai hari esok yang lebih baik.
1 komentar:
Ini sangat membantu.pekerjaan rumah selesai juga dech pas ktmu link ini
Posting Komentar