Jumat, 29 Juni 2012

SYA’BAN SEBAGAI PERSIAPAN MENYAMBUT RAMADHAN



Dari Aisyah r.a. beliau berkata:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : مَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ, وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِيْ شَعْبَانَ

Dari Aisyah berkata: Saya tidak perlah mengetahui Nabi puasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan saya tidak pernah mengetahui dia lebih banyak berpuasa daripada di bulan sya’ban. [120] [120] HR. Bukhari: 1969, Muslim: 782.Beliau juga bersabda:"Kerjakanlah ibadah apa yang engkau mampu, sesungguhnya Allah tidak pernah bosan hingga kalian bosan".

Usamah bin Zaid bertanya kepada Rasulullah s.a.w.:'Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu memperbanyak berpuasa  (selain Ramadhan) kecuali pada bulan Sya'ban? Rasulullah s.a.w. menjawab:"Itu bulan dimana manusia banyak melupakannya antara Rajab dan Ramadhan, di bulan itu perbuatan dan amal baik diangkat ke Tuhan semesta alam, maka aku ingin ketika amalku diangkat, aku dalam keadaan puasa". (HR. Abu Dawud dan Nasa'i).

Dari A'isyah: "Suatu malam rasulullah salat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil, karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah usai salat beliau berkata: "Hai A'isyah engkau tidak dapat bagian?". Lalu aku menjawab: "Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama". Lalu beliau bertanya: "Tahukah engkau, malam apa sekarang ini". "Rasulullah yang lebih tahu", jawabku. "Malam ini adalah malam nisfu Sya'ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki" (H.R. Baihaqi)

عَنْ  أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ قَالَ : قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ, لَمْ أَرَكَ تَصُومُ شَهْرًا مِنْ الشُّهُورِ مَا تَصُومُ مِنْ شَعْبَانَ, قَالَ : ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ, وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ, فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Dari Usamah bin Zaid berkata: Saya bertanya: Wahai Rasulullah, saya tidak melihatmu berpuasa di bulan seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban (karena seringnya), beliau menjawab: “Bulan itu banyak manusia lalai, yaitu antara Rojab dan Ramadhan, bulan diangkat amal-amal kepada Robb semesta alam, dan saya ingin untuk diangkat amalku dalam keadaan puasa”.[HR. Nasai 4/4201, Ahmad 5/201 ]

 يَنْزِلُ اللهُ تَبَارَكَ وَ تَعَالَى إِلَى خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ, فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ, إِلاَّ لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ

Alloh Tabaraka wa Ta’ala turun kepada makluk-Nya pada malam nishfu Sya’ban, lalu Dia mengampuni seluruh makhluk-Nya kecuali orang musyrik dan orang yang bermusuhan.

Hadits ini diriwayatkan dari jalan beberapa sahabat yaitu Muadz bin Jabal, Abu Tsa’labah al-Hutsani, Abdullah bin Umar, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah, Abu Bakar ash-Shiddiq, Auf bin Malik, dan Aisyah radhiyallahu ‘anhum ajma’in. [Diringkas dari Silsilah Ahadits ash-Shahihah 3/135139/no. 1144]

Dalam hadis Ali, Rasulullah bersabda: "Malam nisfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan salat dan puasalah pada siang harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah bersabda: "Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan, hingga fajar menyingsing." (H.R. Ibnu Majah).

Sebagian ulama berpendapat bahwa hadis ini lemah namun dapat digunakan untuk Fadlail A'mal. Walaupun hadis tersebut tidak sahih, namun melihat dari hadis-hadis lain yang menunjukkan kautamaan bulan Sya'ban, dapat diambil kesimpulan bahwa malam Nisfu Sya'ban jelas mempunyai keuatamana dibandingkan dengan malam-malam lainnya.

Rabu, 27 Juni 2012

Tarhib Ramadhan 1433 H / 2012


Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban ini, dan sampaikanlah umur kami bertemu Ramadhan.”   “Ya Allah, jadikanlah Ramadhan kami kali ini hamparan taman bunga, tempat kami merasakan indahnya hidup bebas dari segala amarah dan syahwat.”



Program Madrasah Ramadhan dirancang untuk menghasilkan lulusan dengan gelar Taqwa,  firman Allah dalam surah Al-Baqarah :183: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa  sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Dalam ayat itu terdapat kata “la’alla”. Kata “la’alla” ini jika yang mengucapkan manusia maka memiliki makna harapan. Jadi “la’allakum tattaquun” berarti “semoga kamu bertaqwa”. Akan tetapi lain halnya jika yang mengatakan “la’alla” adalah Allah, maka bukan bermakna harapan lagi namun bermakna kepastian  

Gelar Taqwa  akan dianugerahkan jika memenuhi kualifikasi berikut ini.

1.Tawadhu’ (Kesadaran bahwa seluruh kelebihan dan keistimewaan yang ada pada diri kita bukanlah alat untuk menyombongkan diri).
2.Qana’ah (Selalu menerima dengan lapang apa saja yang Allah karuniakan. Mendekap suka maupun duka dengan kadar kemesraan yang sama).
3.Wara’ (Menahan diri dari segala yang dilarang oleh Allah. Pada bulan Ramadhan, yang halal saja (makan dan minum) ditahan apalagi yang haram).
4.Yakin  (Bahwa sesuangguhnya musibah yang ditimpakan kepada diri, suatau saat akan sirna tenggelam di batas cakrawala kehidupan yang tunduk di hadapan Kehendak dan Keagungan Allah).

Mari kita kaitkan dengan empat hal yang PASTI akan terjadi dalam hidup kita, yakni:
 
1.Kita membutuhkan sesama manusia . Kita membutuhkan orang lain, maka harus bisa diterima oleh orang lain. Agar bisa diterima oleh sesama manusia, maka membutuhkan sifat tawadhu’ (rendah hati). Orang yang tawadhu’ akan disukai oleh orang lain, berbeda dengan orang yang angkuh dan sombong.
2.Kita membutuhkan harta . manusia akan senantiasa merasa cukup manakala ada sifat qana’ah dalm dirinya. Orang yang qana’ah dapat menerima apa saja dan bagaimana saja keadaan dirinya. Setelah berusaha apa saja yang dia bisa, dia akan menyerahkan sisanya pada Allah dan menerima apa saja yang dikaruniakan padanya dan mensyukurinya.
3.Kita membutuhkan Allah swt.  Orang yang membutuhkan Allah hendaknya berusaha semaksimal mungkin agar dincintai Allah. Dengan dicintai Allah, maka semua harapannya akan terpenuhi. Agar dicintai Allah maka haruslah wara’ karena wara’ adalah salah satu wujud ketaatan pada-Nya.
4.Kita membutuhkan ketenangan.   Ketenagan adalah hal yang kita dambakan. Itulah salah satu faktor yang akan membuat kita bahagia. Ketenangan hidup dicapai manakala manusia mempunyai keyakinan, bahwa apapun yang Allah berikan adalah demi kebaikan dirinya.

Ada adab yang berlaku untuk menyambut tamu yang juga berlaku untuk menyambut tamu agung Ramadhan.

1.Tidak membiarkan rumah kita seperti rumah hantu. Hati adalah Rumah kita. hendaknya bebas dari segala kotoran, bersih dari segala penyakit hati.
2.Tidak menjadikan rumah kita, rumah yang ’tertutup’. Maka jadikan rumah itu rumah yang senantiasa terbuka. yaitu hati yang mudah tersentuh dengan segala kebaikan dan kemuliaan.
3.Tidak membiarkan rumah kita, rumah yang  gelap gulita.  Untuk menyambut tamu kita, kita terangi rumah (hati) kita dengan penerangan terbaik. (Tanda hati yang bertabur cahaya adalah: Selalu membayangkan atau berangan-angan telah berada di akhirat (merasakan suasana surga). Bersih dari segala tipu daya dunia. Selalu siap kapan pun kematian datang menyapa )
4.Kita sambut tamu dengan ’senyum’,kita suguhi  dengan suguhan  terlezat dan  minuman ternikmat:   tilawah Al-Qur’an ,  shadaqah dan infaq , memperbanyak shalat ,  puasa dengan ihtisab (ikhlas)

________________________                                                                                                                   
        Oleh : Azkan Ihsan / 081379997779, Ringkasan  materi ceramah tarhib Ramadhan 1433 H/ 2012

Sabtu, 02 Juni 2012

CIRI CIRI SEDANG MENGALAMI SAKARATUL MAUT


Mengetahui tentang cirri-ciri seseorang sedang Sakaratul maut sangat penting. kita sangat memerlukannya karena bahagia atau tidaknya seseorang diakhirat nanti juga ditentukan oleh saat-saat ketika seseorang sedang menghadapi ajalnya seperti dikatakan dalam hadits: “Siapa yang akhir ucapannya: “Laa Ilaaha Illallah” dia akan masuk syurga“. Riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah, Lihat Shahih Tirmidzi 3/152 dan Shahih Ibnu Majah:2/317.                                                                                 Seandainyaorang yang sedang sakaratul maut itu adalah teman kita, saudara kita atau orang tua kita maka kewajiban kita adalah mentalqinnya. Berdasarkan ilmu ciri-ciri orang yang sedang mengalami sakaratul maut dengan kematian normal (Bukan karena kecelakaan):


1.Nafasnya cepat dan dangkal (agak mirip orang yang sedang lari marathon) dan agak mendengkur;
2.Suhu tubuh tiba-tiba naik diikuti frekuensi denyut jantung yang semakin cepat, lalu kemudian menjadi dingin diikuti menurunnya frekuensi denyut nadi;
3.Mengalami perasaan resah dan gelisah yang sangat disertai bercucurannya keringat;
4.Tangannya kebiru-biruan, mendinginnya sekujur tubuh yang dimulai dari bagian kaki lalu seluruh tubuh;
5.Mulutnya mengeluarkan kata-kata yang paling sering ia katakan. Misalnya, “Allah,,,Akbar” (Ini, kalau dia adalah orang yang rajin berdzikr), atau mengatakan perkataan yang kotor seperti “Anjing”, dan lain-lain.
6.Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan lembab,
7.Kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat.
8.Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah menerima.

Setelah kita mengetahui ciri-ciri orang yang sedang sekarat diatas, maka kewajiban kita adalah mentalqin (membisikan, membimbing mengucapkah “Laa Ilaaha Illallah” atau kalimat syahadat.

Melihat batapa sakitnya sakaratul maut maka bagi sseorang yang mengalami sakit keras hendaknya dilakukan hal-hal antara lain :
           
1. Di bimbing agar berbaik sangka kepada Allah SWT. Rasulullah SAW  bersabda : “Jangan sampai seorang dari kamu mati kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah” selanjutnya Ibnu Abas berkata ”Apabila kamu melihat seseorang menghadapi maut, hiburlah dia supaya bersangka baik pada Tuhannya dan akan berjumpa dengan Tuhannya itu”(HR: Muslim )

2. Hendaklah mendo’akannya dan mengucapkan kata-kata yang baik. Dari Ummu Salamah berkata : Rasulullah SAW bersabda: “Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.”

3. Membasahi kerongkongannya dengan air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)