1. Larangan menisbatkan anak angkat selain ayah kandungnya.
ادْعُوهُمْ
لِآَبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِنْدَ الله
“Panggillah
mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (kandung)
mereka; itulah yang lebih adil di sisi Allah” (QS al-Ahzaab: 5).
Imam Ibnu
Katsir berkata, “(Ayat) ini (berisi) perintah (Allah Ta’ala)
yang menghapuskan perkara yang diperbolehkan di awal Islam, yaitu mengakui
sebagai anak (terhadap) orang yang bukan anak kandung, yaitu anak angkat Dalam
hadits yang shahih dinyatakan:
مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيْهِ وَهُوَ
يَعْلَمُ أَنَّهُ غَيْرُ أَبِيْهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
“Siapa
yang mengaku-aku bernasab kepada selain ayahnya dalam keadaan ia tahu orang itu
bukanlah ayah kandungnya maka surga haram baginya.” (HR. Al-Bukhari Muslim ) Bahkan ketika
beliau SAW mengadopsi Zaid bin Haritsah RA , Allah berfirman:
{وَمَا جَعَلَ أَدْعِيَاءَكُمْ أَبْنَاءَكُمْ ذَلِكُمْ قَوْلُكُمْ
بِأَفْوَاهِكُمْ }
“Dan
Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri).
Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja…” (QS
al-Ahzaab: 4).
Imam
Ibnu Katsir berkata, “Sesungguhnya ayat ini turun (untuk menjelaskan) keadaan
Zaid bin Haritsah RA, bekas budak Rasulullah SAW Sebelum diangkat sebagai Nabi, Rasulullah SAW
mengangkatnya sebagai anak, sampai-sampai dia dipanggil “Zaid bin Muhammad”
(Zaid putranya Muhammad SAW), maka Allah Ta’ala ingin memutuskan
pengangkatan anak ini dan penisbatannya (kepada selain ayah kandungnya) dalam
ayat ini, sebagaimana juga firman-Nya di pertengahan surah al-Ahzaab,
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِنْ رِجَالِكُمْ وَلَكِنْ رَسُولَ
اللَّهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad
itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi
dia adalah Rasulullah dan penutup para nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu” (QS al-Ahzaab: 40)”.
2. Anak
angkat tidak berhak mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya dan Anak angkat
bukanlah mahram,
sehingga wajib bagi orang tua angkatnya maupun anak-anak kandung mereka untuk
memakai hijab yang menutupi aurat di depan anak angkat tersebut, sebagaimana
ketika mereka di depan orang lain yang bukan mahram.
3.Ayah angkat
tidak sah menjadi Wali Nikah untuk anak angkatnya. Dan diperbolehkannya bagi
bapak angkat untuk menikahi bekas istri anak angkatnya,. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala
dalam Surat, al-Ahzaab: 37.
Apabila seseorang memanggil seorang anak dengan panggilan ‘anakku’
(padahal bukan anaknya yang sebenarnya) hukumnya adalah Mubah. dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
قَدَّمَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أُغَيْلِمَةَ بَنِي عَبْدِ الْمُطَّلِبِ عَلَى حُمُرَاتٍ لَنَا مِنْ
جَمْعٍ، فَجَعَلَ يَلْطَخُ أَفْخَاذَنَا وَيَقُوْلُ: أُبَيْنـِيَّ –تَصْغِيرُ
ابْنِي– لاَ تَرْمُوا الْجُمْرَةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ
(Pada malam
Muzdalifah) Rasulullah SAW mengedepankan kami anak-anak kecil dari Bani Abdil
Muththalib di atas keledai-keledai kami. Mulailah beliau memukul dengan
perlahan paha-paha kami seraya berkata, “Wahai anak-anakku, janganlah kalian melempar
jumrah sampai matahari terbit.” (
HR.Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar