Dalam tulisan yang singkat ini,
dengan izin dan pertolongan Allah kami akan membahas tema yang cukup menarik
ini, yang sempat membuat sebagian orang kaget. Tetapi sebelumnya, ada beberapa
preface yang akan kami kemukakan. Semoga Allah memudahkannya.
Dua Kaedah yang Mesti Diperhatikan
Saudaraku, yang semoga selalu
mendapatkan taufik dan hidayah Allah Subhanhu Wa Ta'ala. Dari hasil penelitian
dari Al Qur’an dan As Sunnah, para ulama membuat dua kaedah ushul fiqih berikut
ini:
Hukum asal untuk perkara ibadah adalah terlarang dan tidaklah
disyari’atkan sampai Allah dan Rasul-Nya mensyari’atkan. Sebaliknya, hukum asal
untuk perkara ‘aadat (non ibadah) adalah
dibolehkan dan tidak diharamkan sampai Allah dan Rasul-Nya melarangnya.
Apa yang dimaksud dua kaedah di
atas?
Untuk kaedah pertama yaitu hukum
asal setiap perkara ibadah adalah terlarang sampai ada dalil yang
mensyariatkannya. Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Barangsiapa melakukan suatu amalan
yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Namun, untuk perkara ‘aadat (non ibadah) seperti makanan, minuman, pakaian, pekerjaan, dan mu’amalat, hukum asalnya adalah diperbolehkan kecuali jika ada dalil yang mengharamkannya. Dalil untuk kaedah kedua ini adalah firman Allah Subhanhu Wa Ta'ala, “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”. (QS. Al Baqarah: 29). Itu berarti diperbolehkan selama tidak dilarangkan oleh syari’at dan tidak mendatangkan bahaya. Maka jika ada yang menanyakan mengenai jual beli laptop? Apa hukumnya? Jawabannya adalah halal dan diperbolehkan.
Oleh karena itu, jika ada yang menanyakan pada kami bagaimana hukum Facebook? Maka kami jawab bahwa hukum asal Facebook adalah sebagaimana handphone, email, website, blog, radio dan alat-alat teknologi lainnya yaitu sama-sama mubah dan diperbolehkan.
Hukum Sarana sama dengan Hukum
Tujuan
Perkara mubah (yang dibolehkan) itu
ada dua macam. Ada perkara mubah yang dibolehkan dilihat dari dzatnya dan ada
pula perkara mubah yang menjadi wasilah (perantara) kepada sesuatu yang
diperintahkan atau sesuatu yang dilarang.
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah mengatakan,“Perkara mubah dibolehkan dan diizinkan oleh syari’at untuk dilakukan. Namun, perkara mubah itu dapat pula mengantarkan kepada hal-hal yang baik maka dia dikelompokkan dalam hal-hal yang diperintahkan. Perkara mubah terkadang pula mengantarkan pada hal yang jelek, maka dia dikelompokkan dalam hal-hal yang dilarang.
Inilah landasan yang harus diketahui
setiap muslim bahwa hukum sarana sama dengan hukum tujuan (al wasa-il laha
hukmul maqhosid).” Misalnya : Tidur adalah suatu hal
yang mubah. Namun, jika tidur itu bisa membantu dalam melakukan ketaatan pada
Allah atau bisa membantu dalam mencari rizki, maka tidur tersebut menjadi
mustahab (dianjurkan/disunnahkan) dan akan diberi ganjaran jika diniatkan untuk
mendapatkan ganjaran di sisi Allah.
Begitu pula jika perkara mubah dapat mengantarkan pada sesuatu yang dilarang, maka hukumnya pun menjadi terlarang, baik dengan larangan haram maupun makruh. Misalnya : Terlarang menjual barang yang sebenarnya mubah namun nantinya akan digunakan untuk maksiat. Seperti menjual anggur untuk dijadikan khomr.
Oleh karena itu, jika sudah
ditetapkan hukum pada tujuan, maka sarana (perantara) menuju tujuan tadi akan
memiliki hukum yang sama. Contohnya : Menunaikan shalat lima
waktu adalah sebagai tujuan. Dan berjalan ke tempat shalat (masjid) adalah
wasilah (perantara). Maka karena tujuan tadi wajib, maka wasilah di sini juga
ikut menjadi wajib. Ini berlaku untuk perkara sunnah dan seterusnya.
Intinya, Hukum Facebook adalah
Tergantung Pemanfaatannya
Jadi intinya, hukum facebook adalah
tergantung pemanfaatannya. Kalau pemanfaatannya adalah untuk perkara yang
sia-sia dan tidak bermanfaat, maka facebook pun bernilai sia-sia dan hanya
membuang-buang waktu. Begitu pula jika facebook digunakan untuk perkara yang
haram, maka hukumnya pun menjadi haram. Hal ini semua termasuk dalam kaedah “al
wasa-il laha hukmul maqhosid (hukum sarana sama dengan hukum tujuan).” Di bawah
kaedah ini terdapat kaedah derivat atau turunan lainnya yaitu:
Maa laa yatimmul
wajibu illah bihi fa huwa wajib (Suatu yang wajib yang tidak sempurna kecuali
dengan sarana ini, maka sarana ini menjadi wajib)
Maa laa yatimmul
masnun illah bihi fa huwa masnun (Suatu yang sunnah yang tidak sempurna kecuali
dengan sarana ini, maka sarana ini menjadi sunnah)
Maa yatawaqqoful
haromu ‘alaihi fa huwa haromun (Suatu yang bisa menyebabkan terjerumus pada
yang haram, maka sarana menuju yang haram tersebut menjadi haram)
Wasail makruh
makruhatun (Perantara kepada perkara yang makruh juga dinilah makruh)
Maka lihatlah kaedah derivat yang
ketiga di atas. Intinya, jika facebook digunakan untuk yang haram dan sia-sia,
maka facebook menjadi haram dan terlarang. Kita dapat melihat bahwa tidak
sedikit di antara pengguna facebook yang melakukan hubungan gelap di luar nikah
di dunia maya. Padahal lawan jenis yang diajak berhubungan bukanlah mahram dan
bukan istri. Sungguh, banyak terjadi perselingkuhan karena kasus semacam ini.
Jika memang facebook banyak digunakan untuk tujuan-tujuan semacam ini, maka
sungguh kami katakan, “Hukum facebook sebagaimana hukum pemanfaatannya. Kalau
dimanfaatkan untuk yang haram, maka facebook pun menjadi haram.”
Waktu yang Sia-sia Di Depan Facebook
Saudaraku, inilah yang kami ingatkan
untuk para pengguna facebook. Ingatlah waktumu! Kebanyakan orang betah
berjam-jam di depan facebook, bisa sampai 5 jam bahkan seharian, namun mereka
begitu tidak betah di depan Al Qur’an dan majelis ilmu. Sungguh, ini yang kami
sayangkan bagi saudara-saudaraku yang begitu gandrung dengan facebook. Oleh
karena itu, sadarlah!!
Semoga beberapa nasehat ulama
kembali menyadarkanmu tentang waktu dan hidupmu. Imam Asy Syafi’i rahimahullah pernah
mengatakan, “Aku pernah bersama dengan seorang sufi. Aku tidaklah mendapatkan
pelajaran darinya selain dua hal. Pertama, dia mengatakan bahwa waktu bagaikan
pedang. Jika kamu tidak memotongnya (memanfaatkannya), maka dia akan
memotongmu.” Lanjutan dari perkataan Imam Asy
Syafi’i di atas, “Kemudian orang sufi tersebut menyebutkan perkataan lain: Jika
dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik (haq), pasti akan tersibukkan
dengan hal-hal yang sia-sia (batil).” (Al Jawabul Kafi, 109, Darul Kutub Al
‘Ilmiyah)
Ibnul Qayyim rahimahullah
mengatakan, “Waktu manusia adalah umurnya yang sebenarnya. Waktu tersebut
adalah waktu yang dimanfaatkan untuk mendapatkan kehidupan yang abadi dan penuh
kenikmatan dan terbebas dari kesempitan dan adzab yang pedih. Ketahuilah bahwa
berlalunya waktu lebih cepat dari berjalannya awan (mendung). Barangsiapa yang
waktunya hanya untuk ketaatan dan beribadah pada Allah, maka itulah waktu dan
umurnya yang sebenarnya. Selain itu tidak dinilai sebagai kehidupannya, namun
hanya teranggap seperti kehidupan binatang ternak.”
Ingatlah ... kematian lebih layak
bagi orang yang menyia-nyiakan waktu. Ibnul Qayyim mengatakan, “Jika waktu
hanya dihabiskan untuk hal-hal yang membuat lalai, untuk sekedar menghamburkan
syahwat (hawa nafsu), berangan-angan yang batil, hanya dihabiskan dengan banyak
tidur dan digunakan dalam kebatilan, maka sungguh kematian lebih layak bagi
dirinya.” (Al Jawabul Kafi, 109)
Marilah Memanfaatkan Facebook untuk
Dakwah
Inilah pemanfaatan yang paling baik
yaitu facebook dimanfaatkan untuk dakwah. Betapa banyak orang yang senang
dikirimi nasehat agama yang dibaca di inbox, note atau melalui link mereka.
Banyak yang sadar dan kembali kepada jalan kebenaran karena membaca
nasehat-nasehat tersebut.
Oleh karena itu, jadilah orang yang bermanfaat bagi orang lain apalagi dalam masalah agama, yang tentu saja dengan bekal ini akan mendatangkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Dari Jabir, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling memberikan manfaat bagi orang lain.” (Al Jaami’ Ash Shogir, no. 11608)
"Jika Allah memberikan hidayah
kepada seseorang melalui perantaraanmu maka itu lebih baik bagimu daripada
mendapatkan unta merah (harta yang paling berharga orang Arab saat itu)."
(HR. Bukhari dan Muslim). Lihatlah saudaraku, bagaimana jika
tulisan kita dalam note, status, atau link di facebook dibaca oleh 5, 1o bahkan
ratusan orang, lalu mereka amalkan, betapa banyak pahala yang kita peroleh.
Jadi, facebook jika dimanfaatkan untuk dakwah semacam ini, sungguh sangat
bermanfaat.
Penutup: Nasehat bagi Para Pengguna
Facebook
Imam Asy Syafi’I mengatakan, “Jika
dirimu tidak tersibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan tersibukkan
dengan hal-hal yang sia-sia (batil)”.( Al Jawabul Kafi, 109)
Semoga kita selalu disibukkan dengan
hal yang dapat memberikan manfaat pada orang lain. Alangkah bagusnya jika
status, note dan link yang kita berikan pada saudara-saudara kita berisi
siraman-siraman rohani. Itu lebih baik dan lebih bermanfaat dibandinga dengan
mengisi status di FB dengan hal-hal yang sia-sia atau bahkan dosa.
Kami hanya bisa berdoa kepada Allah,
semoga Allah memberikan taufik dan hidayah bagi orang yang membaca tulisan ini.
Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk memanfaatkan waktu dengan baik, dalam
hal-hal yang bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi
tatimmush sholihaat. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa
shohbihi wa sallam.
Rujukan:
Al Jawabul Kafi, Ibnu
Qayyim Al Jauziyah, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah
Al Qowa’id wal Ushul
Al Jaami’ah, Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Darul Wathon Lin Nasyr
Jam’ul Mahshul fi
Syarhi Risalah Ibni Sya’di fil Ushul, Abdullah bin Sholeh Al Fauzan, Dar Al
Muslim
Risalah Lathifah,
Abdurrahman bin Nashir As Sa’di
(Penulis:
Muhammad Abduh Tuasikal dengan sedikit perubahan.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar