Peringatan
Maulid Nabi, selama yang melaksanakannya berkeyakinan sebagai amal kebaikan
tidaklah masalah Yang
bermasalah adalah jika yang melaksanakan Maulid Nabi berkeyakinan sebagai
sebuah kewajiban yang jika ditinggalkan berdosa karena Allah Azza wa Jalla
tidak pernah menetapkannya sebagai kewajiban. Jika ulama
berfatwa dalam perkara kewajiban (ditinggalkan berdosa), perkara larangan
(dikerjakan berdosa) dan perkara pengharaman (dikerjakan berdosa) wajib
berlandaskan dengan apa yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla. Dalam
perkara syariat berlaku “hukum asal ibadah adalah haram sampai ada dalil
yang mensyari’atkannya atau menetapkannya” Perkara baru dalam perkara syariat adalah
bid'ah dholalah. Sedangkan perkara baru (bid'ah) diluar perkara syariat, jika
bertentang dengan Al Qur'an dan As Sunnah adalah termasuk bid'ah dholalah dan
jika tidak bertentangan dengan Al Qur'an dan As Sunnah adalah termasuk bid'ah
hasanah.
“Perkara-perkara yang baru (al muhdats)
terbagi dua, Pertama : perkara baru yang bertentangan dengan kitab, sunnah,
atsar para sahabat dan ijma’, ini adalah bid’ah dlalalah, kedua: perkara baru
yang baik dan tidak bertentangan dengan salah satu dari hal-hal di atas, maka
ini adalah perkara baru yang tidak tercela” (Diriwayatkan oleh al Hafizh al
Baihaqi dalam kitabnya “Manaqib asy-Syafi’i”, Juz I, h. 469). Perkara diluar perkara syariat tidak harus selalu
sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah . Dalam perkara diluar perkara syariat berlaku "hukum
asal segala sesuatu adalah mubah sampai ada dalil yang melarangnya”
Para Hafidh (ahli hadits yang hafal 100.000 hadits dan dapat menshahihkan
sanad dan matan hadis dan dapat men-ta'dil-kan dan men-jarh-kan rawinya)
menyampaikan pendapat mereka tentang peringatan Maulid Nabi
1. Imam Al hafidh Abu Syaamah RA (Guru imam Nawawi) :
“Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia dizaman kita ini adalah perbuatan yang
diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul SAW dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya
menjadikan hal itu memuliakan Rasul SAW dan membangkitkan rasa cinta pada beliau shallallahu alaihi wasallam, dan
bersyukur kepada Allah ta’ala dengan kelahiran Nabi SAW“.
2. Imamul Qurra’ Alhafidh Syamsuddin Aljazriy RA dalam kitabnya ‘Urif bitta’rif Maulidissyariif :
“Telah diriwayatkan Abu Lahab diperlihatkan dalam mimpi dan ditanya apa
keadaanmu?, ia menjawab : “di neraka, tapi aku mendapat keringanan setiap malam
senin, itu semua sebab aku membebaskan budakku Tsuwaibah demi kegembiraanku
atas kelahiran Nabi SAW dan karena Tsuwaibah menyusuinya ” (shahih Bukhari
hadits no.4813). maka apabila Abu Lahab Kafir yang Alqur’an turun mengatakannya
di neraka mendapat keringanan sebab ia gembira dengan kelahiran Nabi SAW, maka
bagaimana dengan muslim ummat Muhammad SAW yang gembira atas kelahiran Nabi SAW?, maka
demi usiaku, sungguh balasan dari Tuhan Yang Maha Pemurah sungguh-sungguh ia
akan dimasukkan ke sorga kenikmatan Nya dengan sebab anugerah Nya“.
3. Imam Al hafidh Ibn Abidin RA dalam syarahnya maulid ibn hajar berkata :
“ketahuilah salah satu bid’ah hasanah adalah pelaksanaan maulid di bulan
kelahiran nabi SAW”
4. Imam Al Hafidh Ibnul Jauzi rahimahullah, dengan karangan
maulidnya yang terkenal “al aruus” juga beliau berkata tentang pembacaan
maulid, “Sesungguhnya membawa keselamatan tahun itu, dan berita gembira dengan
tercapai semua maksud dan keinginan bagi siapa yang membacanya serta
merayakannya”.
5. Imam Al Hafidh Al Qasthalaniy RA dalam kitabnya Al
Mawahibulladunniyyah juz 1 hal 148 cetakan al maktab al islami berkata: “Maka
Allah akan menurukan rahmat Nya kepada orang yang menjadikan hari kelahiran
Nabi saw sebagai hari besar”.
6. al-Syaikh al-Islam Khatimah al-Huffazh Amir al-Mu’minin Fi al-Hadith al-Imam
Ahmad Ibn Hajar al-`Asqalani:
“أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ، وَلكِنَّهَا مَعَ ذلِكَ قَدْ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِيْ عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَتْ بِدْعَةً حَسَنَةً”. وَقَالَ: “وَقَدْ ظَهَرَ لِيْ تَخْرِيْجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ”.
Artinya: “Asal peringatan maulid
adalah bid`ah yang belum pernah dinukikanl daripada (ulama’) al-Salaf al-Saleh
yang hidup pada tiga abad pertama, tetapi demikian peringatan maulid
mengandungi kebaikan dan lawannya (keburukan), jadi barangsiapa dalam
peringatan maulid berusaha melakukan hal-hal yang baik sahaja dan menjauhi
lawannya (hal-hal yang buruk), maka itu adalah bid`ah hasanah”. Al-Hafizh Ibn
Hajar juga mengatakan: “Dan telah nyata bagiku dasar pengambilan peringatan
Maulid di atas dalil yang thabit (Sahih)”.
7. al-Imam al-Hafizh al-Suyuthi dalam “Husn al-Maqshid Fi ‘Amal
al-Maulid”. Beliau menyatakan seperti berikut:
“عِنْدِيْ أَنَّ أَصْلَ عَمَلِ الْمَوِلِدِ الَّذِيْ هُوَ اجْتِمَاعُ النَّاسِ
وَقِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ مِنَ القُرْءَانِ وَرِوَايَةُ الأَخْبَارِ الْوَارِدَةِ
فِيْ مَبْدَإِ أَمْرِ النَّبِيِّ وَمَا وَقَعَ فِيْ مَوْلِدِهِ مِنَ الآيَاتِ،
ثُمَّ يُمَدُّ لَهُمْ سِمَاطٌ يَأْكُلُوْنَهُ وَيَنْصَرِفُوْنَ مِنْ غَيْرِ
زِيَادَةٍ عَلَى ذلِكَ هُوَ مِنَ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ الَّتِيْ يُثَابُ
عَلَيْهَا صَاحِبُهَا لِمَا فِيْهِ مِنْ تَعْظِيْمِ قَدْرِ النَّبِيِّ وَإِظْهَارِ
الْفَرَحِ وَالاسْتِبْشَارِ بِمَوْلِدِهِ الشَّرِيْفِ. وَأَوَّلُ مَنْ أَحْدَثَ
ذلِكَ صَاحِبُ إِرْبِل الْمَلِكُ الْمُظَفَّرُ أَبُوْ سَعِيْدٍ كَوْكَبْرِيْ بْنُ
زَيْنِ الدِّيْنِ ابْنِ بُكْتُكِيْن أَحَدُ الْمُلُوْكِ الأَمْجَادِ
وَالْكُبَرَاءِ وَالأَجْوَادِ، وَكَانَ لَهُ آثاَرٌ حَسَنَةٌ وَهُوَ الَّذِيْ عَمَّرَ
الْجَامِعَ الْمُظَفَّرِيَّ بِسَفْحِ قَاسِيُوْنَ”.
Artinya: “Menurutku: pada dasarnya peringatan maulid, merupakan kumpulan
orang-orang beserta bacaan beberapa ayat al-Qur’an, meriwayatkan hadith-hadith
tentang permulaan sejarah Rasulullah dan tanda-tanda yang mengiringi
kelahirannya, kemudian disajikan hidangan lalu dimakan oleh orang-orang
tersebut dan kemudian mereka bubar setelahnya tanpa ada tambahan-tambahan lain,
adalah termasuk bid`ah hasanah (bid`ah yang baik) yang melakukannya akan memperolehi
pahala. Kerana perkara seperti itu merupakan perbuatan mengagungkan tentang
kedudukan Rasulullah dan merupakan penampakkan (menzahirkan) akan rasa gembira
dan suka cita dengan kelahirannya (rasulullah) yang mulia. Orang yang pertama
kali melakukan peringatan maulid ini adalah pemerintah Irbil, Sultan
al-Muzhaffar Abu Sa`id Kaukabri Ibn Zainuddin Ibn Buktukin, salah seorang raja
yang mulia, agung dan dermawan. Beliau memiliki peninggalan dan jasa-jasa yang
baik, dan dialah yang membangun al-Jami` al-Muzhaffari di lereng gunung
Qasiyun”.
8. Al-Imam al-Hafizh
al-Sakhawi dalam “al-Ajwibah al-Mardliyyah”, seperti berikut:
“لَمْ يُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ فِيْ الْقُرُوْنِ الثَّلاَثَةِ الْفَاضِلَةِ، وَإِنَّمَا حَدَثَ “بَعْدُ، ثُمَّ مَا زَالَ أَهْـلُ الإِسْلاَمِ فِيْ سَائِرِ الأَقْطَارِ وَالْمُـدُنِ الْعِظَامِ يَحْتَفِلُوْنَ فِيْ شَهْرِ مَوْلِدِهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّفَ وَكَرَّمَ- يَعْمَلُوْنَ الْوَلاَئِمَ الْبَدِيْعَةَ الْمُشْتَمِلَةَ عَلَى الأُمُوْرِ البَهِجَةِ الرَّفِيْعَةِ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ فِيْ لَيَالِيْهِ بِأَنْوَاعِ الصَّدَقَاتِ، وَيُظْهِرُوْنَ السُّرُوْرَ، وَيَزِيْدُوْنَ فِيْ الْمَبَرَّاتِ، بَلْ يَعْتَنُوْنَ بِقِرَاءَةِ مَوْلِدِهِ الْكَرِيْمِ، وَتَظْهَرُ عَلَيْهِمْ مِنْ بَرَكَاتِهِ كُلُّ فَضْلٍ عَمِيْمٍ بِحَيْثُ كَانَ مِمَّا جُرِّبَ”. ثُمَّ قَالَ: “قُلْتُ: كَانَ مَوْلِدُهُ الشَّرِيْفُ عَلَى الأَصَحِّ لَيْلَةَ الإِثْنَيْنِ الثَّانِيَ عَشَرَ مِنْ شَهْرِ رَبِيْع الأَوَّلِ، وَقِيْلَ: لِلَيْلَتَيْنِ خَلَتَا مِنْهُ، وَقِيْلَ: لِثَمَانٍ، وَقِيْلَ: لِعَشْرٍ وَقِيْلَ غَيْرُ ذَلِكَ، وَحِيْنَئِذٍ فَلاَ بَأْسَ بِفِعْلِ الْخَيْرِ فِيْ هذِهِ الأَيَّامِ وَاللَّيَالِيْ عَلَى حَسَبِ الاسْتِطَاعَةِ بَلْ يَحْسُنُ فِيْ أَيَّامِ الشَّهْرِ كُلِّهَا وَلَيَالِيْهِ”.
Artinya: “Peringatan Maulid Nabi belum pernah dilakukan oleh seorangpun daripada
kaum al-Salaf al-Saleh yang hidup pada tiga abad pertama yang mulia, melainkan
baru ada setelah itu di kemudian. Dan ummat Islam di semua daerah dan kota-kota
besar sentiasa mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan kelahiran Rasulullah.
Mereka mengadakan jamuan-jamuan makan yang luar biasa dan diisi dengan hal-hal
yang menggembirakan dan baik. Pada malam harinya, mereka mengeluarkan
berbagai-bagai sedekah, mereka menampakkan kegembiraan dan suka cita. Mereka melakukan kebaikan-kebaikan lebih daripada kebiasaannya. Bahkan
mereka berkumpul dengan membaca buku-buku maulid. Dan nampaklah keberkahan Nabi
dan Maulid secara menyeluruh. Dan ini semua telah teruji”. Kemudian al-Sakhawi
berkata: “Aku Katakan: “Tanggal kelahiran Nabi menurut pendapat yang paling
sahih adalah malam Isnin, tanggal 12 bulan Rabi’ul Awwal. Menurut pendapat lain
malam tanggal 2, 8, 10 dan masih ada pendapat-pendapat lain. Oleh kerananya
tidak mengapa melakukan kebaikan bila pun pada siang hari dan waktu malam ini
sesuai dengan kesiapan yang ada, bahkan baik jika dilakukan pada siang hari dan
waktu malam bulan Rabi’ul Awwal seluruhnya” .
BEBERAPA DALIL YANG DIJADIKAN
SANDARAN
1. QS. Ibrahim: 5 , Dan sesungguhnya kami telah mengutus Musa dengan
membawa ayat-ayat kami ( dan kami
perintahkan kepadanya ) : “kekuarkanlah kaummu dari gelap gulita kepada cahaya
yang terang benderang dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah1
…
(1 : Hari dimana Allah memberikan nikmat kepada
orang-orang beriman dan Azab bagi orang-orang kafir )
2. QS. Hud : 120, “Dan semua kisah dari Rasul-rasul kami ceritakan
kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya kami teguhkan hatimu, dan
dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman. “
3. Rasulullah
sallallahu`alaihi wasallam bersabda:
“مَنْ سَنَّ فيِ اْلإِسْـلاَمِ سُنَّةً حَسَنـَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ”. رواه مسلم”.
Artinya: “Barang siapa yang melakukan (merintis) dalam Islam sesuatu perkara yang
baik maka ia akan mendapatkan pahala daripada perbuatan baiknya tersebut, dan
ia juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya selepasnya, tanpa
dikurangkan pahala mereka sedikitpun”. (Diriwayatkan oleh al-Imam
Muslim di dalam kitab Shahihnya).
Hadith ini memberikan kelonggaran kepada ulama’ ummat Nabi Muhammad SAW untuk melakukan perkara-perkara baru yang baik dan tidak bertentangan dengan al-Qur’an, al-Sunnah, Athar mahupun Ijma` ulama’. Peringatan maulid Nabi adalah perkara baru yang baik dan sama sekali tidak menyalahi satu-pun di antara dalil-dalil tersebut. Jika ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi, bererti ia telah mempersempit kelonggaran yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada zaman Nabi.
Hadith ini memberikan kelonggaran kepada ulama’ ummat Nabi Muhammad SAW untuk melakukan perkara-perkara baru yang baik dan tidak bertentangan dengan al-Qur’an, al-Sunnah, Athar mahupun Ijma` ulama’. Peringatan maulid Nabi adalah perkara baru yang baik dan sama sekali tidak menyalahi satu-pun di antara dalil-dalil tersebut. Jika ada orang yang mengharamkan peringatan Maulid Nabi, bererti ia telah mempersempit kelonggaran yang telah Allah berikan kepada hamba-Nya untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik yang belum pernah ada pada zaman Nabi.
4. Ketika Rasulullah tiba di Madinah, beliau mendapati orang-orang Yahudi
berpuasa pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram). Rasulullah bertanya kepada mereka:
“Untuk apa mereka berpuasa?” Mereka menjawab: “Hari ini adalah hari
ditenggelamkan Fir’aun dan diselamatkan Nabi Musa, dan kami berpuasa di hari
ini adalah karena bersyukur kepada Allah”. Kemudian Rasulullah SAWbersabda:
“أَنَا أَحَقُّ بِمُوْسَى مِنْكُمْ”. Artinya: “Aku lebih berhak terhadap Musa
daripada kalian (orang-orang Yahudi)”.
Lalu Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam berpuasa dan memerintahkan para sahabat baginda untuk berpuasa. ( HR. Bukhari, Muslim ) Pengajaran penting yang dapat diambil daripada hadith ini ialah bahawa sangat dianjurkan untuk melakukan perbuatan bersyukur kepada Allah pada hari-hari tertentu atas nikmat yang Allah berikan pada hari-hari tersebut. Bukankah kelahiran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam adalah nikmat yang paling besar bagi umat ini?! Adakah nikmat yang lebih agung daripada dilahirkannya Rasulullah pada bulan Rabi’ul Awwal ini?! Adakah nikmat dan kurniaan yang lebih agung daripada pada kelahiran Rasulullah yang menyelamatkan kita dari jalan kesesatan?! Demikian inilah yang telah dijelaskan oleh al-Hafizh Ibn Hajar al-`Asqalani.
Lalu Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam berpuasa dan memerintahkan para sahabat baginda untuk berpuasa. ( HR. Bukhari, Muslim ) Pengajaran penting yang dapat diambil daripada hadith ini ialah bahawa sangat dianjurkan untuk melakukan perbuatan bersyukur kepada Allah pada hari-hari tertentu atas nikmat yang Allah berikan pada hari-hari tersebut. Bukankah kelahiran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam adalah nikmat yang paling besar bagi umat ini?! Adakah nikmat yang lebih agung daripada dilahirkannya Rasulullah pada bulan Rabi’ul Awwal ini?! Adakah nikmat dan kurniaan yang lebih agung daripada pada kelahiran Rasulullah yang menyelamatkan kita dari jalan kesesatan?! Demikian inilah yang telah dijelaskan oleh al-Hafizh Ibn Hajar al-`Asqalani.
5. Rasulullah SAWketika ditanya mengapa beliau puasa pada hari Isnin, beliau menjawab:
“ذلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ”. Artinya: “Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan”. (Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim)
“ذلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ”. Artinya: “Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan”. (Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim)
Faedah daripada Hadith
tersebut: Ini adalah isyarat daripada Rasulullah SAW, jika baginda berpuasa pada hari isnin kerana
bersyukur kepada Allah atas kelahiran baginda sendiri pada hari itu, maka
demikian pula bagi kita sudah selayaknya pada tanggal kelahiran Rasulullah SAW tersebut
untuk kita melakukan perbuatan syukur, misalkan dengan membaca al-Qur’an,
membaca kisah kelahiran baginda, bersedekah, atau melakukan perbuatan baik dan
lainnya. Kemudian, oleh kerana puasa pada hari isnin diulangi setiap minggunya,
maka bererti peringatan maulid juga diulangi setiap tahunnya. Dan kerana hari
kelahiran Rasulullah sallallahu`alaihi wasallam masih diperselisihkan oleh para
ulama’ mengenai tanggalnya, -bukan pada harinya-, maka boleh sahaja jika
dilakukan pada tanggal 12, 2, 8, atau 10 Rabi’ul Awwal atau pada tanggal
lainnya. Bahkan tidak menjadi masalah bila perayaan ini dilaksanakan dalam
sebulan penuh sekalipun, sebagaimana yang telah ditegaskan oleh al-Hafizh
al-Sakhawi seperti yang akan dinyatakan di bawah ini
1 komentar:
wah..blognya bagus,maaf baru berkunjung.
salam kenal akhi.
Posting Komentar