Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata
:
وَكَثِيرًا مَا يَقْرِنُ النَّاسُ بَيْنَ الرِّيَاءِ وَالْعُجْبِ فَالرِّيَاءُ مِنْ بَابِ الْإِشْرَاكِ بِالْخَلْقِ وَالْعُجْبُ مِنْ بَابِ الْإِشْرَاكِ بِالنَّفْسِ وَهَذَا حَالُ الْمُسْتَكْبِرِ فَالْمُرَائِي لَا يُحَقِّقُ قَوْلَهُ : { إيَّاكَ نَعْبُدُ } وَالْمُعْجَبُ لَا يُحَقِّقُ قَوْلَهُ : { وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } فَمَنْ حَقَّقَ قَوْلَهُ : { إيَّاكَ نَعْبُدُ } خَرَجَ عَنْ الرِّيَاءِ وَمَنْ حَقَّقَ قَوْلَهُ { وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ } خَرَجَ عَنْ الْإِعْجَابِ وَفِي الْحَدِيثِ الْمَعْرُوفِ : { ثَلَاثٌ مُهْلِكَاتٌ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإِعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ }
"Dan
sering orang-orang menggandengkan antara riyaa' dan ujub. Riyaa termasuk bentuk
kesyirikan dengan orang lain (yaitu mempertujukan ibadah kepada orang lain-pen)
adapun ujub termasuk bentuk syirik kepada diri sendiri (yaitu merasa dirinyalah
atau kehebatannyalah yang membuat ia bisa berkarya-pen). Ini merupkan kondisi
orang yang sombong. Orang yang riyaa' tidak merealisasikan firman Allah إيَّاكَ نَعْبُدُ
"Hanya kepadaMulah kami beribadah", dan orang yang ujub tidaklah
merealisasikan firman Allah وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ "Dan hanya kepada Mulah kami memohon
pertolongan". Barangsiapa yang merealisasikan firman Allah إيَّاكَ نَعْبُدُ
maka ia akan keluar lepas dari riyaa', dan barangsiapa yang merealisasikan
firman Allah وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ maka ia akan keluar terlepas dari
ujub"(Majmuu' Al-Fataawaa 10/277)
Rasulullah bersabda :
ثَلاَثُ مُهْلِكَاتٍ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ
"Tiga
perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikui dan
ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri" (HR at-Thobroni dalam
Al-Awshoth no 5452 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam as-shahihah no
1802)
Lantas kenapa
kita begitu waspada terhadap riyaa namun melalaikan penyakit ujub…?
Sesungguhnya
racun ujub akan mengantarkan pelakunya kepada penyakit-penyakit kronis lainnya,
diantaranya :
- Lupa untuk bersyukur kepada Allah, bahkan malah mensyukuri diri sendiri, seakan-akan amalan yang telah dia lakukan adalah karena kehebatannya.
- Lenyap darinya sifat tunduk dan merendah dihadapan Allah yang telah menganugrahkan segala kelebihan dan kenikmatan kepadanya
- Terlebih jelas lagi lenyap sikap tawadhu' dihadapan manusia
- Bersikap sombong (merasa tinggi) dan merendahkan orang lain, tidak mau mengakui kelebihan yang dimiliki oleh orang lain.
- Jiwanya senantiasa mengajaknya untuk menyatakan bahwasanya dialah yang terbaik, dan apa yang telah diamalkan oleh orang lain merupakan perkara yang biasa yang tidak patut untuk dipuji. Berbeda dengan amalan dan karya yang telah ia lakukan maka patut untuk diacungkan jempol.
Kenapa Mesti Ujub? Sebelum
kita terlena dengan ujub yang menggerogoti hati kita maka hendaknya kita
renungkan tentang diri kita. Kenapa kita ujub..??, bukankah kita ujub karena
amalan kita serta hasil karya yang banyak dan hebat…??. Jika perkaranya
demikian maka hendaknya renungkanlah perkara-perkara berikut ini :
Pertama : Sudah yakinkah amalan-amalan kita tersebut dibangun di atas keikhlasan kepada Allah?
Pertama : Sudah yakinkah amalan-amalan kita tersebut dibangun di atas keikhlasan kepada Allah?
Ikhlas merupakan perkara yang sangat
mulia, yang menjadikan pelakunya menjadi sangat tinggi dan mulia di sisi Allah.
Orang yang ikhlas hatinya hanya sibuk mengaharapkan keridhoan Allah dan tidak
peduli dengan komentar dan penilaian manusia yang tidak memberi kemanfaatan dan
tidak memudhorotkan. Yang paling penting baginya adalah penilaian Allah
terhadap amalannya. Orang yang ikhlas adalah orang yang amalannya tatkala bersendirian
lebih banyak daripda amalannya tatkala dilihat oleh orang lain.
Kedua : Bukankah banyak hal yang bisa menggugurkan amalan-amalan kita tersebut?
Kedua : Bukankah banyak hal yang bisa menggugurkan amalan-amalan kita tersebut?
- Riyaa' –meskipun sekecil apapun- merupakan penggugur amal, dan bentuk-bentuknya sangatlah banyak.
- Amalan yang tidak dibangun diatas ittibaa' sunnah juga merupakan penggugur amalan.
- Sikap al-mann dalam hati terhadap Allah (yaitu merasa telah berbuat baik kepada Allah dengan mengungkit-ngungkit dan menyebut-nyebut kebaikan tersebut -pen) juga menghancurkan amalan. ( Lihat : QS Al-Baqoroh : 264, QS Al-Hujuroot )
- Diantara hal yang menggugurkan amalan adalah sebagaimana sabda Nabi : Siapa yang meninggalkan Sholat ashar maka telah gugur amalannya" (HR Al-Bukhari no 553)
- Dan termasuk dalam hal ini perkataan Aisyah RAkepada Zaid bin Arqom rahdiallahu 'anhu tatkala melakukan transaksi dengan sistem 'iinah (riba) "Sesungguhnya ia (Zaid) telah menggugurkan (pahala) jihadnya bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali jika ia bertaubat"
Ketiga :
Bukankah penilaian Allah yang paling utama adalah tentang hati dan keimanan
seseorang?
Betapa
banyak orang yang dzohirnya kurang amalannya dan seakan-akan mata kita
merendahkannya, namun ternyata ia sangat tinggi di sisi Allah. Sebagai contoh
nyata adalah Uwais Al-Qoroni rahimahullah
Keempat
: Betapa banyak dosa yang kita lakukan yang kita sadari dan tanpa kita sadari ?
Betapa sering
kita melupakan dosa-dosa yang kita lakukan.., bukankah terlalu banyak dosa yang
dilakukan oleh kedua mata kita..?, dosa yang dilakukan oleh kedua telinga
kita..?, dosa-dosa yang dilakukan oleh lisan kita..?, dosa-dosa yang dilakukan
oleh hati kita…? Sebagai contoh, coba sekarang kita
berusaha untuk mengingat kembali dosa-dosa yang pernah dilakukan oleh lisan
kita..?, apakah kita masih ingat siapa saja yang pernah kita ghibahi..?, siapa
saja yang pernah kita sakiti hatinya dengan perkataan kita…?. Tentu
kebanyakannya telah kita lupakan.
Belum lagi dosa-dosa yang pernah kita lakukan dengan hati kita..? Bukankah takabbur, hasad, berburuk sangka juga merupakan dosa…? Jika perkaranya demikian…bahwasanya tidak satu amalanpun yang kita yakini kita lakukan ikhlas karena Allah…dan tidak satu amalanpun yang ikhlas kita lakukan lantas kita yakin pasti diterima oleh Allah karena selamat dari hal-hal yang merusaknya…, maka apakah yang bisa kita banggakan untuk bisa ujub di hadapan Allah dan merasa lebih baik dari orang lain…
Belum lagi dosa-dosa yang pernah kita lakukan dengan hati kita..? Bukankah takabbur, hasad, berburuk sangka juga merupakan dosa…? Jika perkaranya demikian…bahwasanya tidak satu amalanpun yang kita yakini kita lakukan ikhlas karena Allah…dan tidak satu amalanpun yang ikhlas kita lakukan lantas kita yakin pasti diterima oleh Allah karena selamat dari hal-hal yang merusaknya…, maka apakah yang bisa kita banggakan untuk bisa ujub di hadapan Allah dan merasa lebih baik dari orang lain…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar