Kajian Fiqh Syafi`i
Majlis Dakwah Al-Kautsar
Dikutip dari : Situs © oleh Madinatul 'Ilmi
Majlis Ta'lim Wad Da'wah Lil Ustadz Al Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim Al Aydrus
URL: www.madinatulilmi.com | Email: majlistaklim@gmail.com
Majlis Dakwah Al-Kautsar
Hukum berqurban adalah sunnah muakkadah ,
artinya kesunnahan yang sangat ditekankan bagi yang mampu namun bagi Rasulullah Saw
berqurban adalah wajib sebagai kekhususan beliau.
Kesunnahan tadi terbagi dua ada kalanya sunnah
kifayah yaitu bagi tiap-tiap muslim yang sudah baligh, berakal, memiliki
kemampuan untuk berqurban dan hidup dalam satu keluarga. Dan ada kalanya hukum qurban sunnah 'ain yaitu bagi mereka yang hidup
seorang diri, tidak memiliki sanak saudara.
Yang dimaksud 'memiliki kemampuan' disini adalah orang yang memiliki
harta yang cukup untuk dibuat qurban dan cukup untuk memenuhi
kebutuhannya pada hari raya Idul Adha dan hari-hari Tasyriq. Bahkan Imam As Syafi'i berkata, "Saya tidak memberi dispensasi /
keringanan sedikitpun pada orang yang mampu berqurban untuk
meninggalkannya". Maksud perkataan ini adalah makruh bagi orang yang
mampu berqurban, tapi tidak mau melaksanakannya (lihat: Iqna' II/278)
Meskipun hukum qurban adalah sunnah, namun suatu ketika bisa saja berubah menjadi wajib, yaitu jika dinadzarkan. Maka konsekwensinya jika sudah menjadi qurban wajib dia dan keluarga yang dia tanggung nafkahnya tidak boleh mengambil atau memakan sedikitpun dari daging qurban tersebut.
Meskipun hukum qurban adalah sunnah, namun suatu ketika bisa saja berubah menjadi wajib, yaitu jika dinadzarkan. Maka konsekwensinya jika sudah menjadi qurban wajib dia dan keluarga yang dia tanggung nafkahnya tidak boleh mengambil atau memakan sedikitpun dari daging qurban tersebut.
Pertanyaan Seputar Qurban
Pertanyaan 1: Apakah boleh si pemotong qurban untuk mengambil bagian kaki dan kepala qurban itu ?
Jawaban: Yang dimaksud si pemotong qurban dalam hal ini tentu adalah
orang yang diwakilkan untuk memotong atau menyembelihnya bukan pemilik
qurban itu sendiri. Jika si pemotong diberikan kaki dan kepala atau
kulit sebagai upah pemotongan, maka hukumnya tidak boleh. Karena dengan
demikian berarti bagian itu dijual. Sedang orang yang menjual bagian
qurbannya maka tidak ada udhiyah / qurban baginya, atau dengan kata lain
tidak sah qurbannya.
Adapun memberikan si pemotong kepala dan kaki atau kulit tadi sebagai
shadaqah atau hadiah yang tidak dikaitkan dengan pemotongan, sedang
upahnya dibayar tersendiri dan ditanggung yang berqurban, maka boleh dan
tidak ada larangan padanya.
Dalam kitab Busyral Karim (II/128) disebutkan, "Tidak boleh menjual
sedikitpun bagian dari qurban dan tidak boleh memberikan si pemotong
bagian qurban sebagai upahnya walaupun kulit. Tetapi ongkos atau upah
pemotongan itu ditanggung oleh orang yang berqurban".
Oleh karena itu sebaiknya bagi panitia Qurban, selain menerima qurban
juga memberitahukan bahwa orang yang berqurban harus membayar upah
pemotongannya.
Pertanyaan 2 : Bolehkah orang yang sudah menerima daging qurban kemudian menjualnya kepada orang lain?.
Jawaban: bagi orang yang berqurban, tidak boleh menjual sedikitpun
bagian dari qurbannya. Adapun orang yang menerima qurban, jika dia
adalah faqir miskin maka setelah qurban itu berada di tangannya jadilah
itu haknya seperti daging biasa. Oleh karenanya boleh orang yang faqir
atau miskin tadi menjualnya, tetapi harus dijual kepada orang islam.
Adapun orang kaya, jika mereka dikirimi atau diberikan qurban, maka dia
hanya boleh mempergunakan daging tadi sebagai makanan atau jamuan atau
disedekahkan kepada orang lain. Tidak boleh dia menjualnya. (Busyral
Karim II/128)
Pertanyaan 3 : Yang diharamkan untuk makan daging qurban/aqiqah yang wajib
atau nadzar, apakah khusus bagi orang yang qurban/aqiqah saja, ataukah
juga keluarganya yang masih wajib dinafkahi?
Jawaban: Yang diharamkan adalah orang yang qurban/aqiqah wajib atau
nadzar dan juga orang yang wajib dinafkahinya, termasuk anak dan
isterinya. Referensi: Al Baajuri II/300
Pertanyaan 4 : daging qurban wajib setelah diterima oleh yang berhak
kemudian diberikan kembali kepada orang yang qurban, apakah orang yang
qurban tidak boleh memakan daging tersebut?
Jawaban: Boleh, karena daging itu sudah dimiliki oleh orang yang berhak
tadi, dan setelah dimilikinya maka dia berhak menggunakan daging itu
untuk apapun. Jadi jika diberikan lagi kepada orang yang berkurban maka
boleh-boleh saja dan boleh memakannya, karena sekarang daging itu sudah
tidak menjadi daging kurban lagi, tetapi menjadi daging hibbah atau
shodaqah.
Referensi : Al Baajuri II/302
Pertanyaan 5 : apakah dibolehkan memindahkan hewan qurban dari daerahnya orang yang berqurban ke daerah lain?
Jawaban: Boleh, baik hewan tersebut sudah disembelih atau belum
Referensi: Kifaayatul Akhyar II/242, Itsmidul ‘Ainain hal.78
Pertanyaan 6 : Bolehkan menjual tanduk dan kikil (teracak, jawa) dari hewan qurban wajib untuk ongkos orang yang mengurusinya?
Jawaban: Tidak boleh, sekalipun dari hewan qurban sunnah.
Referensi: Al Baajuri II/311, I’anatuth Thalibin II/333
Pertanyaan 7 : Bolehkah aqiqah untuk salah seorang anak sekaligus diniati sebagai qurbannya anak tersebut?
Jawaban: kalau aqiqah dan qurbannya itu sama-sama sunnah dan kambingnya
satu, dalam hal ini ada perbedaan pendapat, menurut imam Ibnu Hajar Al
Haitami tidak boleh sedangkan imam Ar Romli mengatakan boleh. Begitu
pula jika kambingnya dua atau lebih tapi diniati sekaligus, artinya
tidak ditentukan mana yang untuk aqiqah dan mana yang untuk qurban, maka
juga khilaf antara ulama seperti diatas.
Tapi kalau kambingnya dua atau lebih dan masing-masing ditentukan, mana
yang untuk aqiqah dan mana yang untuk qurban maka sah/ boleh, tidak ada
khilaf antara ulama.
Referensi: Al Baajuri II/304, Al Qulyubi IV/255, Itsmidul ‘Ainain hal.77
Pertanyaan 8 : Bolehkah kulit kambing kurban dimiliki (diambil) oleh
sebagian orang dari panitia kurban, yang juga mereka telah memperoleh
pembagian dagingnya?
Jawaban: Boleh kulit kambing diberikan kepada mereka, dalam hal ini yang
dilarang baik dalam kurban wajib atau sunnah, adalah menjual sebagian
daging atau kulit kurban atau menjadikan kulit atau kikilnya sebagai
upah (ongkos) bagi yang mengurusi penyembelihan.
Referensi: Al Baajuri II/302
|
Majlis Ta'lim Wad Da'wah Lil Ustadz Al Habib Sholeh bin Ahmad bin Salim Al Aydrus
URL: www.madinatulilmi.com | Email: majlistaklim@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar